Sementara itu, peneliti Senior, SMERU Research Institute, Ulfah Alifia, menjelaskan upaya mitigasi yang perlu dilakukan untuk meminimalkan penurunan kemampuan akademik siswa akibat terlalu lama menjalani PJJ. Pertama, ada intervensi khusus kepada guru dengan cara melakukan sebuah pengajaran terdiferensiasi atau pembelajaran yang memperhatikan level kemampuan siswa.
Namun, harus ada asesmen terlebih dulu kepada siswa. Selanjutnya, pembelajaran perlu difokuskan pada literasi dan numerasi, yang targetnya tidak memberatkan pelajar dan guru.
“Ada potensi campuran di masa depan, tapi tentunya pemerintah perlu berinvestasi, karena banyak guru kita yang kurang adaptif. Lalu pemerintah juga perlu berinvestasi pada sistem, karena orang tua perlu mendampingi siswa saat PJJ,” jelas dia
Lapangan Pekerjaan
Peneliti Article 33 Indonesia, Lukman Hakim, memaparkan rekomendasi yang dapat diberikan kepada pembuat kebijakan untuk meningkatkan keterserapan tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), terutama dalam menghadapi lanskap ketenagakerjaan yang berubah saat pandemi. Menurut dia, pandemi praktis membuat ekonomi nasional melemah dari sisi pernawaran (supply) maupun permintaan (demand).Hal ini kemudian membuat banyak sektor bertumbangan, misalnya hiburan, pariwisata, dan restoran. Padahal, ketiga sektor tersebut merupakan pasar tenaga kerja bagi siswa lulusan SMK. Meskipun di saat yang sama, ada pula sektor usaha yang masih bertumbuh, seperti telekomunikasi, asuransi, hingga pertanian.
Untuk mengatasi learning loss maupun permasalahan ketiadaan tenaga kerja bagi lulusan SMK, Lukman menilai, pemerintah perlu membuat portal informasi mengenai pasar tenaga kerja yang masih tersedia. Dia juga berharap pemerintah dapat menjalin kerja sama lebih erat lagi dengan dunia usaha.
“Dengan kerja sama ini, siswa SMK bisa berkesempatan untuk praktik di perusahaan,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News