Bedah buku Antologi Kritik Sastra: Teks, Pengarang, dan Masyarakat, Sayembara Kritik Sastra. Foto: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Bedah buku Antologi Kritik Sastra: Teks, Pengarang, dan Masyarakat, Sayembara Kritik Sastra. Foto: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Putu Fajar Arcana: Kritik Sastra Sempat Meredup Sejak Tahun 90-an

Media Indonesia.com • 19 November 2021 11:22
Jakarta: Terbitnya Antologi Kritik Sastra: Teks, Pengarang, dan Masyarakat, Sayembara Kritik Sastra seperti menjadi oase. Maklum, sejak mendapat momentumnya pada 1980 hingga 1990, kritik sastra seolah meredup.
 
"Apakah masih ada kritik sastra, karena jujur saja ranah ini makin ditinggalkan. Hal ini diperparah dengan matinya majalah sastra tahun 1980-an dan 1990-an, Horizon. Akibatnya, krtik sastra tak punya tempat," kata pegiat budaya yang juga editor di Harian Kompas, Putu Fajar Arcana, saat jadi pembahas dalam peluncuran buku Antologi Kritik Sastra: Teks, Pengarang, dan Masyarakat, Sayembara Kritik Sastra, yang digagas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Rabu, 17 November 2021.
 
Selain Putu, hadir sebagai pembicara peneliti sastra lisan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Sasti Sunarti. Serta dihadirkan Muhammad Novianto, salah satu kritikus sastra yang naskahnya masuk dalam 20 tulisan antologi ini. 

Acara ini, diikuti langsung oleh para guru, pengurus taman bacaan masyarakat, pegiat seni dan budaya. Sedangkan melalui daring, peserta lebih banyak lagi karena datang dari berbagai wilayah di Tanah Air.
 
Putu Fajar Arcana mengapresiasi terbitnya buku antologi kritik sastra ini. Mengapa? Menurutnya, sudah lama buku tentang kritik sastra tak ada. 
 
"Saya kagum, karena 20 tulisan yang akhirnya terangkum dalam antologi kritik ini, menulis kritiknya sudah seperti karya sastra itu sendiri. Sebaliknya tak menggunakan istilah atau bahasa ilmiah yang biasa digunakan untuk jurnal," katanya.
 
Apresiasi juga disampaikan Sasti Sunarti. Menurutnya, sayembara kritik sastra ini sangat penting karena ruang untuk kritk sastra sangat terbatas.
 
Baca: Nadiem: Mahir Berbahasa Indonesia, Negara Maju
 
Dia menyimpulkan, berdasarkan obyek kajian, kritik sastra ini meliputi situasi sastra dan kebudayaan Indonesia saat ini. Misalnya sastra lisan, sastra manuskrip, satra anak, sastra Peranakan, sastra perjalanan, dan sastra mutakhir.
 
Sedangkan Muhammad Novinato yang merupakan pegiat sastra dan budaya di Komunitas Vanderwijck menceritakan bagaimana proses dirinya mengikuti sayembara kritik sastra ini.
 
"Saya beruntung karena sebelum menulis kritik, panitia memberikan kesempatan kami mengikuti semacam workshop selama tiga kali oleh pemateri yang andal dalam hal kritik sastra," katanya.

Bangun kesenangan membaca

Selain buku Antologi Kritik Sastra, pada saat bersamaan di sesi kedua, juga dibedah buku karya Bambang Trimansyah berjudul Model Pembelajaran Literasi dengan pembahas Sudariyanto atau Boim Lebon yang selama ini dikenal sebagai penulis cerita Lupus Anak dan Lupus Remaja.
 
Bambang Trimansyah mengatakan pembelajaran literasi seyogianya berorientasi kepada siswa dan dilakukan  dengan cara-cara yang kreatif. "Buku sebagai salah satu media dapat digunakan sebagai bahan ajar literasi untuk membaca dan beraktivitas secara menyenangkan," kata dia.
 
Sebagai acuan dalam pembelajaran literasi berbasis buku, menurut Bambang, buku ini disusun untuk  menggagas model pembelajaran literasi yang dapat menggugah dan meningkatkan daya literasi siswa.
 
"Buku ini ditujukan untuk siswa SD dengan kemampuan membaca awal, yaitu untuk siswa SD kelas II dan III. Di dalam buku ini disertakan contoh buku nonteks  (pengayaan kepribadian) yang dapat digunakan dalam pembelajaran literasi berbasis buku,” paparnya. 
 
Bambang menekankan pentingnya menanamkan minat baca sejak dini meski situasi sekarag sulit mengingat perangkat gawai yang sudah mendominasi kita dan anak-anak. "Harus dibangun kesenangan membaca. Anak saya main HP, tapi baca buku juga. Jika tidak ada kesenangan baca, tak mungkin minat baca tinggi. Jadi buku harus menarik,” katanya.
 
Baim Lebon yang lebih banyak menekankan proses kreatif dan pentingnya membaca, menghibur hadirin dengan gaya khasnya yang kocak. Sehingga bedah buku sesi kedua ini tetap menarik dan membosankan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan