Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Miris! Baru Sepekan di 2023, 3 Kasus Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Sudah Terjadi

Citra Larasati • 07 Januari 2023 15:30
jakarta:  Tahun 2023 belum genap berjalan seminggu, namun sudah ada sejumlah kasus kekerasan di satuan pendidikan berasrama dan di MTs swasta. Mulai dari kekerasan fisik bahkan juga kekerasan seksual.
 
Seluruh peristiwa terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Ada kasus penamparan dan hukuman berdiri dengan satu kaki di salah satu MTs di Gresik (Jawa Timur), kekerasan berupa pembakaran santri oleh santri lainnya di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Pasuruan (Jawa Timur), dan dugaan kekerasan seksual oleh pempimpin pondok pesantren di Jember (Jawa Timur) yang dilaporkan oleh istri pelaku sendiri. 
 
"Semua lokasi kejadian di wilayah provinsi Jawa Timur," kata Pemerhati Pendidikan dan Anak, Retno Listyarti dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu, 7 Januari 2023.

15 Siswa Ditampar Kepala MTs di Gresik

Kepala MTs swasta di Manyar, Gresik, berinisial AN memukul 15 siswinya hingga empat di antaranya pingsan. Para siswa yang pingsan diduga karena kelelahan, sebab setelah ditampar masih juga dihukum berdiri dengan satu kaki.

"Padahal para siswi tersebut belum sempat sarapan," terangnya.
 
Pemukulan itu dilakukan AN gara-gara 15 siswi tersebut jajan di luar sekolah, karena ada larangan tidak boleh membeli jajanan di luar kantin MTs.  Namun ke-15 siswi membeli makanan ke SMK di sebelah MTs yang kebetulan sedang proses pembagunan pagarnya.
 
“Hukuman fisik yang dilakukan kepala madrasah tersebut tidak mendidik dan sangat membahayakan keselamatan peserta didik,” ungkap Retno.
 
Para siswi yang mengalami kekerasan tersebut kemudian mengalami trauma berupa ketakutan dan cemas.  Bahkan sebagian tidak berani berangkat ke madrasah lagi.
 
Pihak sekolah, kata Retno, kemudian mendatangi keluarga korban dan meminta maaf.  Meski pihak yayasan kemudian memecat AN dari jabatan kepala sekolah, namun sejumlah orang tua wali murid MTs yang menjadi korban pemukulan melaporkan aksi Kepala Sekolah AN kepada pihak kepolisian pada 5 Januari 2023.
 
Menurut mantan komisioner KPAI periode 2017-2022 Ini, kekerasan terhadap anak ini jelas melanggar UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.  Terutama pasal 54 yakni anak wajib dilindungi selama berada di lingkungan sekolah dan pasal 76C (kekerasan terhadap anak),

Santri Ponpes Pasuruan Dibakar Seniornya 

Kemudian, kata Retno, kasus santri di Pasuruan, Jawa Timur berinisal INF (13 tahun) yang dibakar hidup-hidup oleh MHM, seniornya.  Tindakan ini dilakukan karena NF dituduh mencuri uang di kamar pondok pesantren hingga membuat seniornya marah. 
 
INF mendapat luka bakar ditubuh dan punggungnya, pihak pesantren membawa INF ke RS Husada Pandaan, Pasuruan.  MHM pun sudah diamankan pihak kepolisian. 
 
Mengetahui santrinya dibakar hidup-hidup, pihak pondok pesantren di Pasuruan justru menyebut tak ada kesengajaan, dengan alasan awalnya hanya menakut-nakuti saja.  AA selaku guru pondok pesantren setempat mengatakan. kabar tentang adanya kesengajaan dalam tindakan muridnya tidak benar. 

Dugaan Kekerasan Seksual di Ponpes Jember, Jawa Timur

Seorang istri kiai di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur, melaporkan suaminya karena dugaan pencabulan dan pelecehan seksual terhadap santriwati yang masih di bawah umur.  Menurut pihak Kepolisian, pelapor menceritakan dirinya mendapatkan  pengaduan kalau Kiai ini sering memasukkan santri bergantian kalau malam. 
 
Menurut Retno, kamar pribadi Sang Kiai berada di lantai dua pondok pesantren. Bahkan tak mudah memasuki kamar kiai tersebut.
 
Bahkan Pelapor sebagai istri sekalipun tidak bisa masuk ke kamar Kiai, karena semua pakai ID, pakai PIN (Personal Identification Number), pakai tombol, finger print dan sebagainya, sehingga tidak bisa sembarang masuk.
 
"Di kamar Pak Kiai ada CCTV. Semua pakai remote. Istri Sang Kiai tidak diberi akses nomor PIN untuk masuk ke kamar itu. Tapi santri-santri yang diduga pernah dimasukkan ke kamar Pak Kiai ini tahu passsword-nya untuk bisa. Memang tembus ke santri-santrinya itu," beber Retno.
 
Istri Sang Kiai mengaku sudah mengantongi bukti-bukti dugaan perbuatan asusila sang suami.  Namun, pihak kepolisan resor Jermber menyarankan kepada istri Sang Kiai agar para santriwati memberi kesaksian dengan didampingi orang tua masing-masing.
 
Pihak kepolisian menambahkan, krena kalau terduga pelaku dijerat dengan pasal perselingkuhan, ancaman hukumannya hanya sembilan bulan. Karena ini santri-santri masih di bawah umur, lebih berat lagi ancaman hukuman Undang-Undang Perlindungan Anak, 15 tahun penjara.
 
“Padahal dalam UU Perlindungan Anak, bersetubuh dengan anak adalah tindak pidana, ini bukan delik aduan. Bersetubuh dengan anak tidak ada dalih suka sama suka dan atau dengan persetujuan. Jadi polisi seharusnya sudah bisa bertindak sesuai kewenangannya dalam peraturan perundangan,” tegas Retno.
 
Kiai yang diadukan sang istri tersebut bernama Muhammad Fahim Mawardi. Terlapor menepis laporan itu dan menyebut itu fitnah.
 
Fahim juga membantah jika di ponpes yang dia asuh itu ada kamar khusus. Dia meluruskan, ruangan itu merupakan sebuah studio, tempat para santri membuat video YouTube. Juga tempat terlapor menerima laporan dari para pengajar di ponpesnya.
 
Studio itu, juga menjadi tempat ujian kenaikan jilid santri.  Biasanya saat ujian, santri didampingi pengajarnya. Kalau santri perempuan ditemani ustazahnya.

Rekomendasi:

1.  Banyaknya peristiwa tindak kekerasan terhadap anak  di satuan pendidikan berbasis asrama sepanjang tahun 2022 dan bahkan di awal 2023 ini mengindikasikan ada sistem perlindungan dan pengawasan yang lemah. 
 
“Oleh karena itu, saya mendorong Kementerian Agama beserta stakeholder terkait di bidang pendidikan untuk melakukan evaluasi sistem pencegahan, pengaduan dan penanganan tindak kekerasan di satuan pendidikan demi perlindungan, kemanan dan kepentingan terbaik bagi anak-anak atau peserta didik,” ujar Retno. 
 
2.  Pembelajaran dari peristiwa penamparan 15 siswi oleh Kepala Madrasah di Jember harus menjadi momentum bagi Kementerian Agama untuk mendorong seluruh madrasah dan pondok pesantren menerapkan disiplin positif. Kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun tidak dibenarkan dalam hukum positif di Indonesia, sekalipun dalihnya adalah mendisiplinkan sebagai bagian dari mendidik.  
 
3. Munculnya dua kasus santri bakar santri di Rembang (Jawa Tengah)  dan Pasuruan (Jawa Timur) dengan menyiram pertalite pada tubuh anak korban, maka Kementerian Agama perlu memastikan tidak ada pertalite dan sejenisnya di lingkungan Pondok Pesantren demi mencegah perbuatan terulang atau ditiru oleh santri lain di Ponpes yang berbeda.
 
“Selain itu, munculnya tindak kekerasan sesadis itu dan membahayakan nyawa anak-anak lainnya, karena bisa memicu kebakaran di lingkungan Ponpes, sehingga perlu ada SOP terkait sistem pencegahan tindak kekerasan di Ponpes," tegas Retno. 
 
4. Sementara untuk kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di salah satu Ponpes di Jember, maka Polisi perlu menindaklanjuti pelaporan Istri terlapor, karena hal ini bukan delik aduan tapi pidana murni. Terlebih lagi dalam UU Perlindungan Anak, melakukan perbuatan asusila dengan anak adalah tindak pidana, dengan anak tidak ada suka sama suka dan atau atas persetujuan.
 
“Meskipun ada bantahan dari pelapor, namun pihak Kepolisian seharusnya tetap memproses pelaporan istri sang Kyai. Jika memang dalam penyidikan tidak ditemukan alat bukti, barulah kasus dihentikan. Kalau ditemukan bukti pendukung minimal 2, maka kasus harus dinaikkan statusnya dan dilanjutkan prosesnya,” pungkas Retno. 
Baca juga:  Pukuli Siswi Hingga Pingsan, Kepsek MTs di Gresik Dicopot

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan