Salah satunya, gelar Honoris Causa. Gelar kehormatan ini diberikan atas jasa dan kontribusi seseorang pada bidangnya dan berdampak bagi masyarakat luas.
Namun, kata Chusnul, banyak praktik buruk dalam pemberian gelar honoris causa di Indonesia. Penilaian perguruan tinggi saat memberikan gelar honoris causa tak selalu objektif.
Bahkan, Chusnul mengatakan tak sedikit pemberian gelar honoris causa merupakan transaksional. Gelar diberikan kepada seseorang lewat kesepakatan jual-beli.
"Banyak honoris causa itu tidak gratis. Kenapa? Masuk di sana menteri memberikan beberapa proyek yang dipindahkan dari kementerian ke kampusnya. Saya ada data soal itu," ungkap Chusnul dalam siaran Dosen UI Bongkar Modus Obral Gelar Doktor di Perguruan Tinggi di YouTube Abraham Samad dikutip Jumat, 25 Oktober 2024.
Dia menuturkan dengan memberikan proyek ke kampus, menteri tersebut akhirnya bisa mendapat honoris causa. Chusnul menegaskan hal ini merusak pendidikan.
"Makanya saya katakan pejabat yang rusak adalah yang pengin dapat doktor tapi enggak mau kuliah," tegas dia.
Ia menceritakan pernah ditawarkan bergabung dalam tim untuk pemberian gelar honoris causa. Namun, ia menolak ambil bagian dalam tim tersebut.
"Karena selama ini saya di kelas, keras mendidik. Mendidik dengan baik. Jadi saya sulit menjalankan itu. Karena bagi saya kalau mau gelar kamu harus belajar," tutur dia.
Ia menanggapi banyaknya fenomena pemberian gelar akademik kepada pejabat beberapa waktu terakhir. Chusnul menyampaikan hal tersebut kerap terjadi, namun tak terekspos.
"Saya bilang ini bukan hal baru di pendidikan di Indonesia," kata Chusnul.
Chusnul mengingatkan seharusnya kampus tegas dalam pemberian gelar akademik. Jangan karena status seseorang, seperti pejabat, membuat kampus mudah memberikan gelar.
"Karena perguruan tinggi itu tempat morality, ethics, diperjuangkan dan dipertahankan," tegas dia.
Baca juga: Dosen UI: Banyak Pejabat Mau Gelar Tapi Enggak Mau Belajar |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News