Profesor Prudensius Maring dikukuhkan jadi Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan UBL.
Profesor Prudensius Maring dikukuhkan jadi Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan UBL.

Prudensius Maring Dikukuhkan Jadi Guru Besar UBL Bidang Antropologi Lingkungan

Arga sumantri • 09 Desember 2024 17:45
Jakarta: Universitas Budi Luhur (UBL) mengukuhkan Prof. Dr. Prudensius Maring, MA sebagai Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan. Prosesi pengukuhan dilaksanakan dalam Sidang Senat Terbuka UBL di Grha Mahardika Bujana, UBL, hari ini.
 
Pengukuhan ini mengacu SK Mendikbudristek tertanggal 4 Juli 2024. Hadir pada agenda rapat Sidang Senat Terbuka tersebut, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) wilayah III Toni Toharudin, Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti Kasih Hanggoro, Rektor Universitas Budi Luhur Agus Setyo Budi, dan pejabat kampus lainnya.
 
Prudensius menyampaikan orasi ilmiah berjudul Tapak Antropologi Merajut Kolaborasi Mengurai Konflik Ekologi. Ia menyoroti tiga hal penting yakni gambaran peta jalan dalam mempelajari antropologi, kompleksitas paradigma pengelolaan sumber daya ekologi hingga implikasinya terhadap konflik dan kolaborasi. Lalu, gambaran kolaborasi sebagai pilihan jalan untuk penyelamatan sumber daya ekologi demi keutuhan satu bumi kehidupan.

"Penelitian ini adalah cara saya melihat masalah sumber daya alam atau pertanian dari aspek pendekatan pembangunan pedesaan dan dimensi sosial lainnya untuk memperkaya basis pengetahuan pertanian yang saya kuasai," kata Prudensius, dikutip Senin, 9 Desember 2024.
 
Menurut Prudensius, pengelolaan sumber daya alam tidak hanya sekadar urusan teknis. Berbagai masalah sosial justru menentukan keberhasilan atau sebaliknya kegagalan. 
 
Misalnya, terkait hak-hak dasar petani atau masyarakat yang terlindas, keterbatasan akses lahan, jerat fragmentasi lahan, dan ketimpangan sistem penguasaan. Kemudian, kebijakan yang membelenggu, dominasi pendekatan top down dan coersive, revolusi hijau yang mendegradasi benih, tindakan represif, trauma dan resistensi, kolaborasi yang memudar, dan meluasnya eskalasi konflik sumber daya alam.
 
"Terlihat pula bahwa berbagai masalah lingkungan yang terjadi selalu bersumber dari kontestasi dan pertarungan kepentingan banyak pihak," ungkapnya.
 
Baca juga: Mau Tembus Universitas di Amerika, Jangan Pikirkan Biaya Mahal dan Lemahnya Ekonomi Keluarga

Ia berpendapat semua sistem penguasaan sumber daya alam serta cara-cara penyelesaian masalah sosial berupa konflik dan perlawanan selalu berhubungan dengan paradigma yang dianut oleh pemerintah dan stakeholders lainnya.
 
"Saya memahami bagaimana banyak pihak memilih caranya masing-masing untuk menyelamatkan sumber daya alam. Banyak pihak masih menolak pilihan cara persuasif dan memilih berkonflik karena trauma pengalaman sebelumnya atau meyakini cara tersebutlah yang bisa mendorong perubahan," tegasnya. 
 
Menurut dia, kolaborasi adalah jalan yang terbaik untuk menyelamatkan sumber daya alam. Sayangnya, kekuatan paradigma yang mengagungkan konflik sebagai instrumen perubahan kerap memandang remeh kolaborasi. Bahkan, kolaborasi dan konsensus dipandang sebagai bagian subordinat dari konflik.
 
"Kita tidak sedang bermain-main dalam urusan penyelamatan ekologi karena kesalahan memilih pendekatan berpotensi merusak tatanan sosial dan sumber daya alam," ungkapnya.
 
Rektor UBL Agus Setyo Budi mengapresiasi capaian Prudensius. Perjuangan yang dilalui untuk meraih gelar guru besar ini disebut amat panjang dimulai dari kampung halaman hingga akhirnya berada di UBL. 
 
"Saya berharap ini semacam peluru untuk menarik teman-teman dosen yang sudah doktor apalagi lector kepala untuk cepat-cepat menyusul langkah Prof Pridensius," kata dia.
 
Agus mengingatkan kompetisi perguruan tinggi terutama swasta semakin berat dengan beralihnya perguruan tinggi negeri berubah status menjadi perguruan tinggi berbadan hukum. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi termasuk di wilayah 3. 
 
"Di wilayah 3 ada 7 perguruan tinggi negeri. Kalau perguruan tinggi swasta tidak waspada dan menjaga kinerja maka kita akan tergelincir," ujar Agus.
 
Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti, Kasih Hanggoro berharap suatu saat setiap bulan ada dosen UBL yang mencapai gelar akademik tertinggi atau professor. Namun, paling penting adalah bagaimana semua dosen memiliki karya nyata yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Tanpa partisipasi karya yang besar, mungkin UBL hanya akan menjadi bagian dari PTS lainnya. 
 
"Hari ini kita tidak usah jauh-jauh cari role model, cari panutan. Di hadapan kita ada orang hebat yang berangkat dari kampung dan kini menjadi profesor yakni Prof. Prudensius," kata Kasih.
 
Kasih Hanggoro sepakat dengan Prudensius terkait kolaborasi. Ia juga meyakini kolaborasi bagian dari kesuksesan. "Jalan yang kita lalu tidaklah mudah, namun jika melakukan kolaborasi maka itu akan menjadi solusi," ungkap Kasih.
 
Baca juga: Stella Christie Ungkap Tiga Tipe Siswa yang Disukai Universitas Top

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan