"Pendidikan tinggi ini adalah tertiery education. Jadi, bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," kata Sesdirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Tjitjik Srie Tjahjandarie di Gedung D Kemendikbudristek Jakarta, Rabu, 15 Mei 2024.
Dia mengatakan pendidikan tinggi merupakan pilihan bagi orang yang ingin mengembangkan diri. Hal ini berbeda dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang posisinya dua tingkat di bawah perguruan tinggi.
Karena perguruan tinggi berada pada tertiery education atau tingkat tiga setelah pendidikan dasar dan menengah, maka terdapat konsekuensi pendanaan dari pemerintah. Pemerintah, kata dia, tidak memberikan prioritas pendanaan terhadap pendidikan tinggi.
"Pendanaan pemerintah untuk pendidikan itu difokuskan, diprioritaskan untuk pembiayaan wajib belajar (Pendidikan Dasar hingga Menengah). Karena itu amanat undang-undang," jelas dia.
Meski begitu, Tjitjik menyebut pemerintah tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan tinggi. Hal itu dalam bentuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
"Nah, harusnya idealnya BOPTN itu jumlah yang diberikan itu sama dengan BKT-nya (Biaya Kuliah Tunggal). Kalau pemerintah bisa memberikan pendanaan BOPTN sama dengan BKT, maka pendidikan tinggi itu gratis. Tetapi, permasalahannya, dana pendidikan kita kan tidak mencukupi. Karena prioritas utama adalah untuk pendidikan wajib," tutur dia.
Baca juga: UKT Mahal Disebut Sesuai Kualitas PTN |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News