Setiap tahapnya sarat makna dan filosofi yang diwariskan turun-temurun sejak berabad-abad silam. Yuk kita menelisik proses pembuatan jalur dikutip dari laman Antara.com:
Pembuatan perahu dimulai dari pemilihan pohon terbaik di hutan. Warga Kuantan Singingi menjalankan ritual adat untuk memohon izin kepada alam sebelum menebang kayu.
Kayu yang dipilih tak sembarangan, yakni harus kuat namun lentur. Hal itu agar mampu melaju ringan di arus Sungai Kuantan.
Proses pengerjaan-nya melibatkan gotong royong masyarakat dan tukang ahli yang menjaga akurasi tradisi. Mulai dari melubangi batang, membentuk lambung, hingga menghias jalur dengan ukiran simbolik.
Puncaknya, jalur yang telah selesai akan 'dilahirkan' secara adat dengan upacara peluncuran ke sungai, sebagai bentuk penghormatan kepada alam dan nenek moyang. Di sini, nilai kearifan lokal Pacu Jalur begitu terasa.
Jalur adalah perahu tradisional yang dibuat dari satu batang kayu utuh tanpa sambungan atau potongan apa pun. Perahu ini dikenal kokoh, ramping, dan memiliki nilai seni tinggi. Karena itu, saat berpacu, jalur tidak mudah pecah, meluncur cepat, dan enak dipandang.
Pembuatan jalur membutuhkan waktu dan proses panjang yang melibatkan banyak pihak. Prosesnya dimulai dari musyawarah kampung yang melibatkan pemuka adat, tokoh masyarakat, pemuda, dan kaum ibu.
Baca juga: Viral Tarian Anak Pacu Jalur, Budaya Riau yang Bikin Klub Bola Eropa Ikut Bergoyang |
Rapat yang dipimpin pemimpin adat ini bertujuan menyepakati pembuatan jalur baru serta menentukan tahapan selanjutnya.
Tahap berikutnya, memilih batang kayu yang sesuai. Kayu pilihan umumnya berasal dari jenis banio, kulim kuyiang, atau jenis lain yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual.
Kayu yang dicari harus lurus dengan panjang 25-30 meter, diameter 1-2 meter, dan diyakini dihuni mambang, yakni roh penjaga pohon.
Pemilihan kayu tak bisa sembarangan, karena jalur harus mampu menampung 40 hingga 60 orang pendayung. Seorang pawang berperan penting dalam prosesi ini, termasuk memimpin ritual semah agar pohon tidak ‘hilang’ secara gaib.
Setelah itu, pohon ditebang menggunakan kapak dan beliung, lalu dahan dan rantingnya dipisahkan. Kayu yang sudah bersih dipotong ujungnya sesuai ukuran jalur, kemudian kulitnya dikupas dan diberi pembagian untuk haluan, badan, dan bagian-bagian penting lainnya.
Selanjutnya, proses perataan bagian atas kayu (pendadan) dilakukan, dilanjutkan dengan pengerukan bagian dalam hingga ketebalan-nya merata (mencaruk). Bagian sisi atas kayu diperhalus, membentuk bibir perahu agar tampil ramping dan seimbang.
Proses membalikkan kayu (manggaliak) dilakukan hati-hati agar bentuk dan ketebalan tetap seimbang. Pengukuran ketebalan menggunakan lubang kecil yang nantinya ditutup pasak.
Setelah bagian luar selesai, jalur dikembalikan ke posisi semula untuk dibentuk haluan dan kemudi-nya. Jalur yang hampir jadi kemudian ditarik bersama-sama ke kampung dalam sebuah tradisi gotong royong yang dikenal dengan maelo jalur, sebuah prosesi penting yang mempererat persatuan warga.
Di kampung, jalur dihaluskan lagi, dihias dengan ukiran khas, dan diasapi untuk memperkuat kayu. Proses pembuatan jalur ditutup dengan penurunan perahu ke sungai melalui upacara adat, menandai selesainya seluruh rangkaian pembuatan jalur yang penuh nilai budaya dan kebersamaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id