Menantu Presiden Joko Widodo, Erina Gudono saat menjalani mitoni. DOK IG @erinagudono
Menantu Presiden Joko Widodo, Erina Gudono saat menjalani mitoni. DOK IG @erinagudono

Mengenal Mitoni, Tradisi 7 Bulanan Adat Jawa

Medcom • 14 Agustus 2024 18:07
Jakarta: Perkembangan zaman yang kian modern, sebagian masyarakat masih menjalankan tradisi adat istiadat dari leluhur. Misalnya, warga Yogyakarta masih menggelar upacara mitoni.
 
Upacara mitoni yang digelar oleh sebuah keluarga menandakan persiapan menyambut kelahiran anak pertama dalam usia kandungan tujuh bulan. Tujuannya agar janin dalam kandungan dan calon ibu yang mengandung memperoleh keselamatan.
 
Melansir beberapa sumber, asal mula tradisi mitoni terbentuk karena manusia merasa berada pada masa krisis dalam kehidupannya. Lantas, apa itu upacara mitoni? Bagaimana rangkaian upacaranya? Berikut rangkuman pengertian, syarat, hingga rangkaian upacara mitoni:

Pengertian upacara mitoni

Melansir laman dpad.jogjaprov.go.id, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta.

Mitoni berasal dari kata awalan “am” yang artinya melaksanakan dan kata “pitu” yang artinya suatu kegiatan dilakukan pada hitungan ketujuh. Kata “amitoni” disingkat menjadi “mitoni” yang merupakan tradisi melakukan upacara pada bulan ketujuh masa kehamilan pertama seorang perempuan.
 
Manusia tentu menghadapi siklus kehidupan, seperti kelahiran, masa anak-anak, dewasa, perkawinan, dan kematian. Biasanya, peralihan tahap tersebut sering disebut dengan masa krisis.
 
Maka, upacara ini dapat menjadi sarana untuk seorang ibu dan janin dalam kandungan terhindar dari malapetaka yang ditimbulkan oleh berbagai macam makhluk.

Syarat-syarat pelaksanaan upacara mitoni

1. Waktu pelaksanaan

Mitoni tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu. Biasanya, upacara ini memilih hari yang dianggap baik. Hari Rabu (Selasa siang sampai malam) dan Sabtu (Jumat siang sampai malam) menjadi hari yang baik sebelum bulan purnama, serta diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari.

2. Tempat upacara

Biasanya, tempat menyelenggarakan upacara dipilih di depan yang disebut pasren, yaitu senthong tengah. Pasren berkaitan dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri (Dewi Padi).
 
Saat ini, sebagian besar masyarakat tidak memiliki senthong sehingga upacara diselenggarakan di ruang keluarga atau ruangan yang luas untuk menyelenggarakan upacara. Selain itu, bisa diselenggarakan di halaman rumah.

Rangkaian upacara mitoni

Terdapat beberapa rangkaian upacara mitoni, seperti:

1. Sungkeman

Rangkaian upacara ini diawali dengan sungkeman yang dilakukan calon ibu kepada orang tua, mertua, dan suami. Sungkeman bertujuan untuk memohon doa restu sebagai ungkapan kesadaran dengan tugasnya dalam melahirkan, mendidik, dan membesarkan anak.

2. Siraman

Upacara siraman atau mandi menjadi simbol pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa sang ibu. Dalam bahasa Jawa, kata “nyirami” artinya membasahi secara menyeluruh. Tidak hanya mengguyurkan air, tetapi makna siraman adalah mencuci, membersihkan, dan menyegarkan diri agar calon ibu bersih dari dosa-dosa dan proses kelahiran lancar.
 
Air yang digunakan pun berasal dari tujuh sumber mata air akan dicampur menjadi satu dan diberi kembang setaman. Diharapkan, calon ibu memiliki kebersihan jiwa dan raga, serta lahir dan batin. Selain itu, diharapkan dapat melahirkan anak yang bersih dan sehat, jauh dari pengaruh mengotori jiwa dan raganya.
 
Upacara ini dapat dilakukan di halaman sebelah kanan atau kiri rumah. Namun, bisa juga dilakukan di kamar mandi dengan dipimpin oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai dituakan.

3. Brojolan

Setelah siraman, calon ibu mengeringkan badan dan berbalut kain warna putih. Upacara brojolan terdiri dari tahapan, di antaranya:
 
1. Meluncurkan telur
 
Calon ayah memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) sang calon ibu yang dimasukkan dari atas perut. Kemudian, telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman yang memiliki makna harapan agar lahir dengan mudah tanpa aral melintang.
 
2. Membuka atau memutus lawe, atau lilitan benang, atau janur
 
Calon ibu dibawa ke tempat yang sudah disiapkan dan perutnya akan dililitkan seutas lawe atau janur. Lilitan harus diputus oleh calon ayah menggunakan sebatang keris.
 
Kemudian, dibuang jauh-jauh supaya kelahiran bayi berlangsung lancar. Makna tahapan ini adalah menjauhkan calon ibu dari marabahaya dengan membuang segala rintangan yang akan menghalangi persalinannya.
 
3. Memasukkan sepasang kelapa gading muda (cengkir gading)
 
Cengkir gading yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra dimasukkan ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah.
 
Makna yang tersirat agar bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan. Upacara ini dilakukan oleh nenek calon bayi (ibu dari calon ibu) dan diterima oleh nenek besan (ibu dari calon ayah).
 
Simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra melambangkan bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur, seperti tokoh yang digambarkan. Tokoh tersebut menjadi tokoh ideal bagi orang Jawa.
 
Jika bayi yang lahir adalah laki-laki, diharapkan akan tampan, bijaksana, pintar, dan mempunya sifat luhur seperti Kamajaya. Jika bayi yang lahir adalah perempuan, diharapkan akan cantik lahir dan batin, cerdas, dan mempunyai sifat luhur seperti Dewi Kamaratih.
 
Setelah diterima oleh nenek besan, cengkir gading dimasukkan ke dalam gentong. Calon ayah akan mengaduk-aduk gentong isi kelapa sambil menghadap ke arah hadirin, seperti mengaduk kupon undian dan mengambil satu buah kelapa.
 
Menurut mitos, jika yang diambil gambar Kamajaya, kelak anaknya akan lahir laki-laki. Bila yang diambil gambar Kamaratih, kelak anaknya perempuan.
 
Setelah itu, cengkir gading akan dibelah oleh calon ayah yang melambangkan telah dibukakan jalan bagi anaknya untuk dapat lahir sesuai jalannya.

4. Mengganti busana

Masuk pada upacara ganti tujuh busana, calon ibu menggunakan kain panjang dan kemben sebanyak tujuh buah dengan motif yang berbeda. Motif yang dipilih sesuai harapan terbaik supaya bayi memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.
 
Setiap calon ibu mengenakan kain dan kemben akan ditanyakan kepada para hadirin terkait kepantasan busana yang digunakan. Para hadirin dimohon menjawab “belum pantas” secara bersama sebelum calon ibu mengenakan kain yang ketujuh.

5. Berjualan rujak

Pasangan calon ibu dan ayah berganti pakaian dan mempersiapkan diri untuk berjualan rujak kepada para hadirin. Para hadirin akan dibagikan dhuwit-dhuwitan dari kreweng atau uang-uangan dari tanah liat sehingga dapat menjadi souvenir.
 
Uang-uangan itu digunakan untuk membeli rujak kepada pasangan calon ibu dan ayah. Rujak yang disajikan dibuat dari tujuh macam buah-buahan.
 
Tradisi ini melambangkan harapan agar anak yang dilahirkan dapat meneladani ketekunan orang tua. Khususnya, sang ibu yang memberikan kesegaran kepada sesama dengan lambang segarnya rujak.

6. Makan bersama

Dalam tradisi Jawa, makan bersama juga menjadi hal penting karena para hadirin diajak bersyukur atas rezeki dan anugerah dari Tuhan. Hidangan yang bisa disediakan, seperti Tumpeng Sapta Nugraha yang merupakan satu tumpeng ukuran besar dikelilingi enam tumpeng ukuran lebih kecil.
 
Tumpeng menjadi simbol usia kandungan sudah mendekati persalinan. Tumpeng dipotong oleh calon ayah sebagai pralambang ungkapan rasa syukur bahwa upacara mitoni berjalan lancar.
 
Calon ayah akan menyuapkan potongan tumpeng ke calon ibu. Maknanya adalah sang ayah siap menjalankan kewajibannya dengan memberikan kebahagiaan lahir dan batin kepada istei dan anak-anaknya.
 
Selain tumpeng, aneka bubur terdiri dari tujuh macam, seperti jenang procot, bubur candil, bubur mutiara, bubur sumsum, bubur kacang hijau, bubur ketan hitam, dan bubur jagung. Tujuh rupa bubur tersebut memiliki makna pengharapan agar proses persalinan yang “licin” atau lancar.
 
Ketan atau jadah tujuh warna yang melambangkan kebahagiaan keluarga menunggu hadirnya anak yang diharapkan. Kemudian, takir potang menjadi hidangan yang diberikan kepada para sesepuh untuk mengucapkan terima kasih telah berkenan hadir pada upacara mitoni.
 
Polo pendem menjadi hidangan berupa buah yang direbus. Buah yang digunakan dari dalam tanah yang mudah dicabut. Maknanya adalah persalinan nantinya dapat berjalan lancar. Aneka macam hidangan lainnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan selera penyelenggara.
 
Itulah pengertian, syarat, hingga rangkaian upacara mitoni. Semoga informasi ini bermanfaat ya. (Theresia Vania Somawidjaja)
 
Baca juga: Macam-Macam Kue Hantaran Lamaran Adat Jawa dan Maknanya

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan