"Penyeragaman masih mewarnai ruang pendidikan. Kita masih alergi perbedaan, kurang mengutamakan dialog, ini perlu kita antisipasi," kata Anggi dalam webinar bertajuk Penyederhanaan Kurikulum: Ambisi atau Solusi, Jumat, 25 September 2020.
Menurut dia, pemerintah juga tak boleh mengistimewakan mata pelajaran tertentu dan mengesampingkan pelajaran lainnya. Pemikiran yang harus dibangun, kata dia, semua pelajaran penting dan wajib, tergantung kebutuhan peserta didik.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Auto kritiknya, guru juga harus sadar diri, kita menghadapi anak-anak yang mudah mengakses informasi," ujarnya.
Baca: Nadiem Diminta Tak Terburu-buru Menerapkan Penyederhanaan Kurikulum
Menurut Anggi, kalaupun harus ada perubahan kurikulum, prosesnya tak bisa hanya dilakukan sepihak. Kurikulum adalah milik bersama yang proses pengambilan kebijakannya harus melibatkan banyak pemangku kepentingan, utamanya di bidang pendidikan.
"Kurikulum pendidikan bukan domain satu kelompok atau otoritas pemangku kebijakan saja, tapi milik kita semua," ungkapnya.
Belakangan, wacana penyederhanaan kurikulum menjadi polemik di tengah masyarakat. Musababnya, sebuah draf diduga rancangan penyederhanaan kurikulum yang bocor ke publik memuat poin-poin yang dinilai sebagai keputusan sepihak.
Misalnya, wacana menghapus mata pelajaran sejarah di tingkat SMK dan menggeser posisi sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengklarifikasi isu ini dan memastikan tak bakal menghapus mata pelajaran sejarah.
(AGA)