Menurut Sukri, sistem demokrasi pada dasarnya membutuhkan hukum untuk memberikan batasan dan menghindari adanya dominasi satu pihak akan pihak lainnya. Namun keduanya, kata Sukri, seharusnya tidak boleh dicampuradukkan.
Sukri berpendapat, persoalan putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres tidak hanya berdampak pada pemilu tahun depan. Nantinya, akan ada banyak pihak yang beranggapan bahwa konsitusi dapat dikuasai oleh politik.
Menurut Sukri, implikasi putusan ini akan sangat panjang. Paling tidak ke depannya, yang mungkin terjadi adalah kegamangan demokrasi.
"Benteng kita sudah sangat rapuh. Proses ini kan nantinya akan membuat penguat demokrasi itu ditawar, kemudian digunakan untuk melegalkan kepentingan tertentu. Nah, kalau ini yang ada pada prinsipnya kita sudah tidak berdemokrasi saya kira. Ini akan membuat kita bergembira dengan demokrasi prosedural, substansinya tidak ada,” tutur Sukri dilansir dari laman UGM, Selasa, 24 Oktober 2024.
Sebelumnya, publik dikejutkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai kontroversial menjelang batas akhir pendaftaran capres dan cawapres. Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan dalam Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dikabulkan oleh MK pada Senin, 16 Oktober 2023.
Putusan menyebutkan, capres-cawapres yang pernah terpilih melalui pemilu, baik sebagai DPR/DPD, Gubernur, atau Walikota dapat mencalonkan diri meskipun belum berusia 40 tahun. Isu ini disorot oleh pakar hukum dan politik UGM dalam diskusi Election Corner bertajuk “MKDK: Mau ke Mana Demokrasi Kita”.
Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id.
Baca juga: Pakar UGM: Kekuasaan kehakiman Diperas untuk Membenarkan Keinginan Politik |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News