Co-Founder GSM, Novi Poespita Candra mengatakan, sering kali permasalahan seperti kenakalan remaja tidak dianggap sebagai permasalahan serius dalam pendidikan. Upaya untuk mengubah budaya lebih sering terfokus pada kurikulum, akademik, dan hal-hal pembelajaran.
"Namun, untuk menghilangkan kekerasan dalam sekolah dan menciptakan pendidikan memanusiakan, dibutuhkan obat massal yang diberikan kepada pendidikan, yaitu dengan menanamkan budaya meraki di tahun ajaran baru,” ucap Novi dalam diskusi pendidiken bertema "MPLS Menyenangkan" di Jakarta, Rabu, 12 Juli 2023.
Saat ini, sebanyak 1.300 lebih sekolah di seluruh jenjang pendidikan di seluruh wilayah Indonesia seperti Aceh, Riau, Cirebon, Pekalongan, dan Katingan terlibat dalam MPLS Menyenangkan. Keterlibatan tidak hanya berasal dari komunitas GSM melainkan 45 persen dari 100 persen berasal dari luar komunitas GSM.
Hal yang unik adalah MPLS ini juga menjadi sarana bagi guru-guru dari sekolah yang terlibat nantinya untuk berkolaborasi dalam menyiapkan dan menerapkan MPLS Menyenangkan. Kolaborasi dilakukan secara lintas jenjang dan lintas daerah yang akan menciptakan jejaring ide, jejaring pengalaman, serta praktik agar semakin meluas.
Sehingga, tidak perlu melaksanakan pelatihan khusus untuk guru karena akan berdampak pada kualitas guru secara tidak langsung dengan menyelenggarakan program massal. Ini menjadi wadah bagi guru untuk menjadi pelaku utama yang mengajar murid, orang tua, dan masyarakat dalam menciptakan budaya baru sekolah.
Menurut Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, tidak ada panduan khusus dalam menyelenggarakan MPLS ini, tetapi justru prinsip-prinsip MPLS Menyenangkan yang dijaga, diterapkan, dan dikolaborasikan. Sengaja tidak dibuatkan juknis secara detail agar sekolah dan guru dapat memahami sepenuh jiwa bahwa mereka sendiri dapat menjawab persoalan-persoalan yang muncul.
"Jadi, guru dapat dipantik agar bisa menemukan dan menjawab masalahnya sendiri secara lintas jenjang dan lintas daerah. Gurulah sistem pendidikan itu sendiri, gurulah Sang Kurikulum itu sendiri. Itulah keunggulan dari program MPLS Menyenangkan,” tambah Rizal.
Sasaran MPLS ini adalah sekolah pinggiran dan sekolah negeri yang tidak memiliki dana cukup. Sehingga, MPLS yang menyenangkan bisa juga terjadi di sekolah-sekolah rakyat dan dirasakan oleh seluruh siswa tanpa terkecuali.
Ini menjadi upaya untuk adanya semangat belajar dan semangat interaksi baru untuk seluruh pihak sekolah. "Maka MPLS Menyenangkan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kronis di dunia pendidikan,” tutup Rizal.
Pemerintah menggunakan evaluasi nasional yang dilakukan Kemendikbudristek sebagai metode untuk mengevaluasi kualitas karakter dan lingkungan belajar di sekolah. Namun, penilaian pendidikan di daerah menjadi kurang bermakna jika guru belum mampu menemukan meraki (cinta, jiwa, dan kreativitas).
Upaya evaluasi juga akan terhambat jika tidak ada dukungan penuh dari seluruh anggota sekolah dan keluarga dalam melawan budaya kekerasan, diskriminasi, dan intoleransi di dunia pendidikan. Perubahan dapat dimulai dengan menciptakan budaya meraki melalui MPLS yang menyenangkan.
Baca juga: Survei OECD: Tingkat Perundungan Siswa di Indonesia 2 Kali Lipat dari Negara Lain |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News