Pemilik Twitter Elon Musk. DOK Kemendikbud
Pemilik Twitter Elon Musk. DOK Kemendikbud

Dosen Unair Sebut Tarif Rp125 Ribu untuk Akun Centang Biru Twitter Strategi Elon Musk Hadapi Kebangkrutan

Renatha Swasty • 22 November 2022 10:22
Jakarta: Pemberlakuan tarif USD8 atau sekitar Rp125 ribu pada akun Twitter bercentang biru oleh Elon Musk berbuntut panjang. Tak sedikit pihak mengkritik aturan tersebut dan kecewa terhadap bos baru Twitter itu.
 
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Febby Risti Widjayanto menilai kebijakan tersebut adalah tindak lanjut dari strategi bisnis Elon Musk. Febby mengatakan Elon Musk sudah memiliki rencana mengomersialisasi Twitter.
 
Salah satunya memberlakukan tarif pada akun bercentang biru. Musk memandang kebijakan tersebut perlu dilakukan karena menurut perhitungan riil bisnis, Twitter tengah berada di ambang kebangkrutan.

“Media sosial seperti Twitter, terlebih lagi dengan jumlah pengguna yang begitu menjanjikan adalah moda ekonomi yang menggerakkan sebuah industri berbasis informasi di era digital ini. Memang tidak bisa dipungkiri teknologi selalu lekat dengan masyarakat industri yang berujung pada menggeliatnya konsumerisme dan ekonomi pasar (market economy),” ujar Febby dikutip dari laman unair.ac.id, Selasa, 22 November 2022.
 
Febby menuturkan pemberlakuan tarif juga bertujuan mengubah Twitter menjadi sebuah moda ekonomi yang lebih produktif dan menguntungkan. Sebagai seorang insinyur (engineer) berpengalaman, Elon Musk pernah berada di situasi hampir mirip ketika ia dihadapkan pada kebangkrutan.
 
“Antara 2006-2008, salah satu lini bisnisnya, SpaceX, hampir bangkrut karena semua peluncuran roketnya mengalami kegagalan. Pengalaman tersebutlah yang berhasil melewati ambang kebangkrutan ini agaknya yang menjadi dorongan utama mengapa dirinya melakukan hal demikian di Twitter,” tutur Febby.
 
Dosen pengampu mata kuliah Politik Digital itu menuturkan sejak pemberlakuan tarif tersebut diterapkan tidak sedikit pihak yang merasa gamang dan skeptis terhadap Twitter. Sehingga, dampak negatif yang bisa timbul ialah terjadi penurunan pengguna yang diakibatkan kekecewaan terhadap aturan baru Twitter serta sentimen negatif pada gaya manajemen perusahaan ala Elon Musk.
 
Febby menilai mereka yang termasuk dalam kelompok ini akan berupaya mencari alternatif platform microblogging lain dengan model komunikasi lebih terdesentralisasi (decentralised) seperti aplikasi Mastodon. Namun, mereka yang cenderung masih mengamati langkah Elon Musk akan bersikap lebih kritis dan cermat.
 
“Kita juga harus melihat ini dalam konteks ekonomi pasar. Artinya, permintaan dan penawaran akan bertemu secara dinamis. Seiring dengan dampak negatif yang tampaknya terlihat jelas, dampak positif yang dirasakan Twitter juga bukan berarti menjadi tidak ada sama sekali karena perkembangannya pun masih sangat dinamis,” tutur dia.
 
Baca juga: Ratusan Pegawai Twitter Tolak Jadi Bagian dari Rencana Elon Musk

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan