Sejak di bangku sekolah dasar, Johan sudah bermimpi ingin kuliah. Sebab, dia meyakini kuliah sebagai jalan memangkas rantai kemiskinan di keluarganya.
Johan memang tidak berasal dari keluarga berada. Dia tinggal di Desa Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Sehari-hari orang tuanya bekerja mengurus sawah warisan.
Sejak di bangku sekolah dasar, Johan selalu menduduki peringkat pertama. Begitupun saat duduk di bangku SMPN 1 Nainggolan dan SMAN 1 Pangururan, prestasinya terus berlanjut dengan selalu masuk dalam deretan peringkat atas sekolah.
Selain di bidang akademik, Johan juga berhasil mencatatkan prestasi di bidang nonakademis. Antara lain menjuarai Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) cabang Pantomim Tingkat Kecamatan Nainggolan (2017), Juara Harapan 2 Lomba Festival Kebudayaan Cabang Kriya Kabupaten Samosir (2023), dan Peraih Grade A pada Grand Final USU Student Olympiad (2023).
Meski memiliki banyak prestasi, Johan mengaku sempat pesimis saat akan mendaftar kuliah melalui jalur prestasi. Dia takut tidak dapat lolos bersaing dengan ribuan siswa lainnya dari berbagai daerah di Indonesia.
Mengingat, dia hanya seorang anak dari keluarga biasa yang lahir dan besar di sebuah desa kecil. Menjalani hidup jauh dari pusat kota Medan dengan keterbatasan fasilitas.
“Diterima di FEB UGM menjadi momen yang paling membahagiakan bagi saya. Sebelumnya ada rasa pesimis dan takut tidak diterima,” ungkap Johan dikutip dari laman ugm.ac.id, Kamis, 4 Juli 2024.
Kedua orang tuanya juga sempat tidak mendukung. Mereka berharap Johan mengambil sekolah kedinasan yang tidak berbayar.
Namun, keinginannya kuliah di UGM begitu kuat. Tak ada cara lain untuk terus berusaha meyakinkan orang tuanya agar diperbolehkan mendaftar kuliah di UGM.
“Saya menjajikan mencari beasiswa agar tidak membebani. Saat itu saya bilang ke Bapak dan Mamak. Pak, Mak tenang saja pasti akan ada jalan untuk Johan, nanti akan cari beasiswa,” kenang dia.
Johan mengaku memilih Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM lantaran memiliki mimpi mendirikan bisnis fashion. Untuk mendukung impiannya itu, sejak SMA dia memiliki catatan gemilang dalam mata pelajaran ekonomi.
Dia pun sempat bimbang saat akan memilih program studi. Namun, akhirnya ia memutuskan mengambil prodi Ilmu Ekonomi yang dinilainya cukup menantang dengan prospek kerja menjanjikan.
“Puji Tuhan bisa lolos jalur SNBP. Sebenarnya tidak menyangka bisa lolos lewat jalur prestasi ini karena melihat rata-rata sekolah saya tidak termasuk jajaran sekolah favorit,” ungkap dia.
Johan semakin merasakan kebahagiaan karena janji mencari beasiswa kepada orang tuanya terwujud. Dia dinyatakan sebagai salah satu penerima UKT 0 alias kuliah tanpa dipungut biaya hingga selesai kuliah.
Di titik inilah Johan semakin yakin betapa besarnya kekuatan doa orang tua dan kuasa Tuhan pada umatnya yang mau berusaha. “Selama kita bersama Tuhan, yakinlah kesuksesan itu akan kita dapatkan atas kuasa Tuhan,” ujar dia.
Sindak Manahara Rajaguguk, 44, dan Tiurma Lumban Raja, 37, cuma bisa diam ketika anaknya pulang dari acara kelulusan sekolah menyampaikan kabar bahagia diterima jalur SNBP.
“Mak, Pak biru!” ucap Johan kepada orang tuanya pada Selasa, 26 Maret 2024.
Keduanya baru paham setelah Johan memeluk dan memberi tahu ucapan 'biru' yang dimaksud. Senyum keduanya juga begitu sumringah saat tahu Johan tak perlu bayar kuliah dan dinyatakan sebagai kandidat kuat penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dari pemerintah.
“Ini mimpi Johan, saya senang mendengar itu. Kami orang tua ini hanya selalu berdoa untuk keberhasilannya,” ucap Sindak Manahara.
Sindak dan Tiurma bertekad mengusahakan semua anaknya bisa sekolah sampai bangku perguruan tinggi. Apa pun cara dan sekuat yang bisa dilakukan, keduanya berkeinginan agar anak-anak tidak berhenti sekolah seperti dialami oleh keduanya.
“Saya dan istri hanya lulusan SMP. Sudah cukup kami orang tua yang gagal, janganlah anak-anak seperti kami. Jadi bagaimanapun caranya kami dorong anak-anak bisa sekolah dengan baik hingga perguruan tinggi,” beber dia.
Namun, Sindak mengakui memiliki kekhawatiran. Ia sadar hanya petani yang menggarap sawah warisan orang tua tak seberapa. Di saat musim penghujan menanam padi dan saat musim kemarau menanam jagung.
Penjualan hasil panen juga tidak seberapa dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Sementara itu, sang istri membantu perekonomian keluarga dengan berjualan jus di rumah.
“Memang yang selalu terpikir adalah untuk bisa menguliahkan anak. Biayanya kan tidak sedikit. Saya pun pada akhirnya mendorong Johan untuk tekun dan giat belajar agar mendapat nilai baik selama sekolah,” ucap Sindak.
Sindak meyakini jika manusia mau berusaha yang terbaik tentu ada jalan. Untung, kata dia, Johan anak yang penurut yang akhirnya rajin dan berkemauan kuat belajar.
Hasilnya, Johan selalu langganan mencetak sederet prestasi akademis dari bangku SD sampai SMA. Kekhawatiran orang tua sedikit mereda karena meyakini keinginan anaknya bisa kuliah nampaknya bisa terwujud entah di dekat-dekat Sumatra ataupun di luar.
“Saya tidak bisa lagi mengungkapkan dengan kata-kata kebahagiaan saat tahu Johan lulus diterima kuliah di FEB UGM. Gratis lagi, tanpa dipungut biaya sepeser pun,” ungkap Sindak pelan menangis.
Tiurma, ibunda Johan merasa senang dan bersyukur atas pencapaian anak sulungnya. Dengan mata berkaca-kaca menahan haru, ia berharap Johan bisa menjalani studi dengan baik dan setelah lulus segera mendapatkan pekerjaan yang dicita-citakan dan bisa turut mengubah nasib keluarga.
Dengan diterima FEB UGM, kata Tiurma, Johan bisa menjadi contoh untuk adiknya yang hendak masuk SMA. Tiurma memiliki keinginan putra bungsunya mengikuti jejak sang kakak.
“Semoga adiknya mencontoh Johan kakaknya. Kami sangat berterima kasih kepada FEB UGM yang telah menerima Johan. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi kami, tidak menyangka anaknya bisa lolos tanpa tes dan bisa kuliah gratis,” tutur dia.
Baca juga: Cerita Haru Atul Lolos 'Akuntansi UGM', Mimpikan Berkarier di 'Big Four Company' |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News