“Kami berharap pembahasan dan uji publik RUU Sisdiknas ini tidak dikerjakan tergesa-gesa. Tidak juga uji publik yang terkesan basa-basi, demi memenuhi formalitas administratif belaka,” kata Satriwan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, 11 Februari 2022.
Pembahasan harus dilakukan transparan dan membuka ruang dialog partisipatif dari semua pemangku kepentingan pendidikan. “Jangan sampai terkesan RUU ini sama seperti UU IKN atau UU Ciptakerja, yang minim ruang pasrtisipasi publik. Apalagi RUU ini akan bersifat Omnibus Law, akan menggantikan tiga UU sekaligus yakni UU Guru dan Dosen, UU Sisdiknas, dan UU Pendidikan Tinggi,” terang dia.
Ia mengeluhkan, waktu yang disediakan untuk uji publik hanya dua jam untuk 32 organisasi dan tidak bisa memberikan ruang bagi masing-masing organisasi untuk dialog. Padahal ada kekhawatiran pemerintah akan memungut biaya pendidikan dari masyarakat, biaya pendidikan akan mahal, sehingga tidak ada lagi kewajiban pemerintah membiayainya dan dibebankan pada masyarakat.
Baca juga: P2G Harap RUU Sisdiknas Tak Bernasib Sama dengan UU IKN dan Ciptaker
Hal itu termuat dalam draft RUU pasal 80 dan pasal 81. Selanjutnya, kata dia, ada kekhawatiran Kemendikbudristek akan kembali menghidupkan Ujian Nasional (UN) yang dipastikan akan membenani siswa.
Hal itu termuat dalam draft RUU pasal 104 dan pasal 105. Serta ada potensi mengerdilkan Standar Nasional Pendidikan (SNP), sebab semula ada delapan indikator SNP dalam RUU hanya tiga indikator SNP. “Pendidikan nasional terancam kehilangan standar,” keluh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News