"Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tidak memenuhi asas keterbukaan dalam proses pembentukannya," ujar Lincolin dalam keterangannya, Selasa, 9 November 2021.
Ia mengatakan, tidak terpenuhinya asas keterbukaan tersebut lantaran pihak-pihak yang terkait dengan materi Permendikbudristek 30/2021 tidak dilibatkan secara luas, utuh, dan minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan. Hal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Dalam aturan tersebut menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan menteri harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan," ungkapnya.
Baca: Permendikbudristek Penanganan Kekerasan Seksual Dinilai Tak Jelas Dasar Hukumnya
Ia juga menilai Permendikbudristek itu tidak tertib materi muatan. Setidaknya terdapat dua kesalahan materi muatan yang mencerminkan adanya pengaturan yang melampaui kewenangan.
"Yaitu Pertama, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undang-undang, seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional," tutur dia.
Kedua, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 mengatur norma yang bersifat terlalu rigid. Sehingga, mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi, sebagaimana diatur Pasal 62 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Dibuktikan melalui pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, Sesuai Pasal 23 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News