Ia mengatakan, Permendikbudristek tersebut mengadopsi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Di sisi lain, hingga saat ini RUU PKS belum disahkan menjadi UU.
"Padahal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat 2 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi," kata Guspardi dalam keterangannya, Senin, 8 November 2021.
Permendikbudristek tersebut dinilai melampaui kewenangan yang ada. Terlebih, kata dia, Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR saat ini masih membahas tentang RUU Tindak Pidana Kekerasa Seksual (TPKS). Artinya, menurut dia, Permendikbudristek itu telah melangkahi undang-undang serta tidak memiliki dasar yuridis yang jelas dan spesifik.
"Jadi, apa dasar hukum yang menjadi landasan dikeluarkannya kebijakan tersebut," ungkapnya.
Baca: Cegah Pelecehan Seksual, Kampus Diminta Bentuk Satgas Khusus
Ia menambahkan banyak terjadi hubungan seks di luar nikah yang diawali dengan persetujuan alias suka sama suka. Begitu pula bermunculannya perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
Padahal, menurutnya, perilaku seks di luar nikah ataupun LGBT tidak dibenarkan dalam norma agama. Tak hanya itu, Permendikbudristek itu seolah mengesampingkan proses hukum bila terjadi suatu kasus.
Dia menilai Permendikbudristek tentang PPKS cenderung berfokus pada pengadilan internal dengan keberadaan satuan tugas (Satgas) di lingkungan kampus. "Oleh karena bermasalah dari segi yuridis maupun filosofis, beleid yang ditandatangani Mas Menteri Nadiem pada 31 Agustus 2021 itu sebaiknya dicabut dan dibatalkan karena berpotensi menjadi masalah dan memantik polemik di tengah masyarakat dalam implementasinya kedepan," pungkasnya.
Sebelumnya, diketahui sebanyak 13 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI) meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut Permendikbudristek 30/2021. Sebab, aturan tersebut dinilai peraturan tersebut telah meresahkan umat Islam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News