"Fokus kita pengabaian bahasa negara (lain) di ruang publik, atau sebut saja membuat bahasa negara (asing) menjadi nomor dua," kata Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Kemendikbud Ghufran Ali dalam diskusi di Pusat Pengembangan Perbukuan dan Bahasa, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin, 21 Oktober 2019.
Menurut dia, sikap ini bukan berarti pemerintah alergi dengan penggunaan bahasa asing. Indonesia juga tidak ingin memusuhi bahasa asing.
“Harus ditulis lebih dahulu contohnya kereta layang terlebih dahulu baru skytrain, di ruang publik itu penting. Bahasa asing penting agar orang tidak salah,” ungkapnya.
Menurut Ghufran, sejauh ini memang belum ada sanksi yang tegas soal penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. Perpres Nomor 63 tahun 2019 tidak mengatur sanksi secara lugas, hanya soal pengawasan. Begitu pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
"Kementerian terkait mengatur norma standar berkaitan dengan pengawasan itu. Mungkin di dalamnya diturunkan sanksi-sanksi. Mulai dari administrasi peringatan tertulis,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News