Rian, sapaan akrab Rachmat Irianto, mengangkat skripsi tentang profil atlet sepak bola dalam proses pencapaian prestasi. Punggawa Persib Bandung itu diuji oleh Rektor Unesa Nurhasan, Ketua Umum PSSI Zainudin Amali, dan Dekan FIKK Dwi Cahyo Kartiko, dan ketua sidang Mochammad Ridwan yang juga Koordinator Prodi PJKR.
Pada kesempatan itu, Zainudin Amali mencecar Rian dengan pertanyaan seputar dinamika atlet sepak bola baik sesi latihan maupun saat berlaga di atas lapangan. Termasuk soal perubahan posisi pemain di lapangan juga menjadi bahan pertanyaan sidang.
Perubahan posisi itu dialami Rian yang waktu di SSB Indonesia Muda Surabaya menjadi striker dan menjalani peran sebagai gelandang ketika terjun ke Timnas dan klub profesional.
Sementara itu, Hasan lebih menyoroti strategi pencapaian prestasi Rian di dunia sepak bola hingga bisa menembus timnas dan memperkuat Indonesia di berbagai kompetisi sepak bola internasional. Hasan juga mempertanyakan rencana karier Rian ke depan, tepatnya setelah lulus sarjana di Unesa.
Berbagai pertanyaan tersebut dijawab tuntas oleh Rian di hadapan keluarga termasuk sang Ayah, Bejo Sugiantoro, yang menyaksikan jalannya sidang tersebut. Selepas sidang, Hasan mengatakan pihaknya terus mendukung pengembangan karier lebih luas bagi atlet Indonesia.
Dia menyebut atlet harus diperhatikan pendidikan dan masa depannya. Sebab, mereka sudah memberikan yang terbaik untuk daerah dan negara. Apalagi, menjadi atlet butuh seleksi yang tidak mudah dan latihan berjenjang.
Hasan mengatakan atlet perlu diberikan apresiasi salah satunya beasiswa pendidikan. Dia juga menawarkan beasiswa lanjut studi (S2) kepada Rian.
Alasannya jelas, kata Hasan, selain sebagai apresiasi atas prestasi Rian sebagai atlet atau pemain bola profesional juga karena kontribusinya di dunia sepak bola Tanah Air. Dia mengatakan ini juga komitmennya menjamin pengembangan karier lebih luas bagi atlet sepak bola atau pemain timnas Indonesia ke depan.
"Tidak hanya S2, tetapi juga S3 di sini, kami siapkan beasiswa. Tugas Rian hanyalah fokus latihan dan latihan saja. Terkait pendidikan itu kami sudah siapkan formatnya yang berbeda dari sistem reguler. Istilahnya ada sistem rekognisi yang dikaitkan dengan sejumlah mata kuliah," beber Hasan.
Hasan menyebut tidak hanya Rian yang mendapat beasiswa kuliah di Unesa, tetapi juga ada banyak atlet dari cabor sepak bola sampai renang. Dia mengungkapkan baru-baru ini atlet renang yang mendapat delapan medali di PON menerima beasiswa S2 di FIKK.
"Bahkan, kami siapkan kursi untuk menjadi dosen atau pendidik bahkan pelatih di Unesa. Cabang apa pun, bagi mereka yang berprestasi kami akan dukung sepenuhnya," tegas Hasan.
Dia menuturkan atlet telah melewati sejumlah rangkaian program latihan berkelanjutan dan mereka juga memiliki banyak jam terbang menghadapi lawan tandingnya di lapangan. Kemampuan ini berharga dan hanya perlu sedikit penguatan dari aspek akademik.
Hasan menyebut ketika skill di lapangan dipertemukan dengan sport sciences (ilmu keolahragaan) menjadikan atlet sebagai praktisi plus pakar di bidangnya.
"Kita tidak ingin kemampuan atlet ini habis setelah masa latihan atau pengabdian mereka selesai di klub misalnya. Nah, kita ingin kemampuan dan keterampilan mereka itu terwarisi ke generasi atau anak-anak muda lainnya bisa lewat sebagai pelatih atau dosen. Itu yang kita harapkan dan tentu ini harus by design kita bersama," ujar Hasan.
Deg-degan dicecar pertanyaan penguji
Rian mengatakan kiprah dan peran atlet memang harus diteliti dan dikembangkan secara sport science agar bisa menjadi legacy bagi generasi berikutnya. Perjalanan karier dan pencapaian prestasinya itu membutuhkan perjuangan panjang dan bahkan rencana karier sejak dini dan tentu berbeda dengan apa yang ditempuh dan dicapai orang lain."Pencapaian prestasi inilah yang saya tulis di skripsi. Ini awalnya saya runding dengan dosen pembimbing dan disepakati judul itu," ucap dia.
Rian mengaku deg-degan seperti sedang berlaga di atas lapangan saat menghadapi penguji tersebut. Namun, tantangan itu dibawa santai sampai akhir.
Dia membutuhkan waktu berbulan-bulan mengerjakan skripsi karena harus fokus di latihan sepak bola. Skripsi dikerjakan di sela-sela latihan.
"Skripsi ternyata berat dan saya pernah ada di fase menulis dihapus lagi, menulis lagi, dan hapus lagi karena belum menemukan kalimat atau bagian sesuai yang diinginkan. Itu yang bikin lama. Kadang pengaruhnya di mood juga. Latihan butuh tenaga, skripsi butuh sedikit konsentrasi," ucap dia.
Rian menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas apresiasi beasiswa dari Unesa dan akan mengambilnya. Rian akan memanfaatkan beasiswa tersebut untuk lanjut studi S2 di Unesa.
Dia juga menyatakan kesediaannya mengembangkan diri baik sebagai pelatih maupun dosen di Unesa. Rian menilai sepak bola penting namun pendidikan juga penting.
"Main bola itu kan usianya gak menentu. Mungkin usia 24 atau 25 ada kejadian yang tidak kita inginkan, karier bisa saja usai. Atlet perlu adaptasi karir masa depan yang lebih baik, termasuk regenerasi atlet, salah satunya lewat pendidikan. Selain alasan itu, banyak alasan mengapa pendidikan itu penting bagi atlet," tutur Rian.
Baca juga: Pemain Timnas Rachmat Irianto Jalani Sidang Skripsi Hari Ini, Diuji Langsung Waketum PSSI |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News