“Pendidikan adalah hak dasar yang harus dijamin untuk setiap warga negara, sesuai dengan program pemerintah untuk meningkatkan wajib belajar hingga 12 tahun sampai tingkat SMA,” kata Inspektur Jenderal (Irjen), Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Juli 2024.
Chatarina mengatakan penerapan empat jalur seleksi dalam PPDB, yaitu jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan prestasi merupakan bagian penting dari upaya pemerintah mewujudkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia.
Dia menekankan jika hanya mengandalkan jalur akademik dalam PPDB, berpotensi menimbulkan beberapa masalah. Seperti, anak yang tidak lolos jalur akademik berpotensi tidak mendapatkan pendidikan atau bersekolah.
“Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar bahwa pendidikan adalah hak dasar yang dijamin oleh konstitusi,” tegas dia.
Lalu, apabila hanya menggunakan jalur akademik, pemerintah daerah mungkin tidak akan menambah daya tampung sekolah negeri dengan membangun sekolah baru yang sesuai dengan kebutuhan. Sebab, anak-anak yang tidak lolos tes dianggap tidak membutuhkan fasilitas pendidikan tambahan.
“Hal ini dapat menghambat upaya peningkatan jumlah dan pemerataan sekolah,” ujar Chatarina.
Menurutnya, sekolah merupakan lembaga pendidikan bukan hanya bagi anak yang sudah dianggap pintar. Tes akademik seringkali berfokus pada mata pelajaran tertentu tanpa memperhitungkan berbagai bakat, minat, serta prestasi anak.
Setiap anak dengan berbagai kepintaran dan bakat memiliki hak yang sama untuk dididik. “Ini juga yang kita lakukan dengan menghapus Ujian Nasional untuk memastikan bahwa setiap anak bisa mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan hak dasar yang dijamin oleh konstitusi,” ujar dia.
Chatarina mengingatkan berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah daerah (Pemda) bertanggung jawab atas pendidikan PAUD hingga menengah. Sementara itu, pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Kewajiban pemerintah pusat untuk pendidikan PAUD hingga menengah adalah sebagai pembina teknis, yaitu regulator dan pengawas teknis. Sehingga, pemerintah melalui Kemendikbudristek menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang menjadi pedoman dan kebijakan dalam peraturan PPDB di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu, pemerintah daerah menurunkannya menjadi aturan lebih teknis dan berlaku di wilayah masing-masing dengan memperhatikan kondisi setempat. Untuk PPDB, pemerintah pusat melalui Kemendikbudristek mengeluarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021.
"Peraturan ini mengakomodasi masukan dari dinas pendidikan dan kepala sekolah dalam evaluasi penyelenggaraan PPDB setiap tahunnya. Jika sebelumnya dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, hanya 50 persen penerimaan siswa SD melalui jalur zonasi, maka di Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 meningkat menjadi 70 persen,” jelas dia.
Selain itu, pada peraturan sebelumnya yang mengatur siswa disabilitas masuk melalui zonasi. Saat ini, mereka dapat masuk melalui jalur zonasi maupun luar zonasi.
Pemda bertugas menindaklanjuti kebijakan ini dengan menyesuaikan peraturan daerah berdasarkan kebutuhan dan kondisi geografis setempat. Termasuk, menetapkan persentase zonasi dan mengatur jarak atau sebaran wilayah untuk PPDB.
Chatarina mengatakan sejak diberlakukan pada 2017, kebijakan PPDB terus dievaluasi dan diperbaiki. Perubahan penting dalam evaluasi kebijakan ini menyoroti perlunya pemerataan kualitas dan jumlah sekolah di Indonesia.
Salah satu isu yang muncul adalah kebijakan zonasi yang hanya berlaku untuk SMP dan SMA, tetapi tidak untuk SD. Hal ini karena perbedaan jumlah dan kualitas pemerataan SMP dan SMA.
“Oleh karena itu, target utamanya adalah menyamakan kualitas dan jumlah sekolah SMP dan SMA dengan SD, memastikan akses dan kualitas pendidikan yang lebih merata di seluruh Indonesia,” tutur Chatarina.
Dia juga mengimbau pemangku kepentingan dan masyarakat bergotong royong membantu mengawal proses PPDB agar berjalan objektif, transparan, dan akuntabel. Pihaknya membutuhkan dukungan masyarakat untuk bersama-sama mengawal pelaksanaan PPDB.
"Sehingga mereka yang berhak atas akses pendidikan sesuai aturanlah yang diterima. Karena setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan dengan melalui prosedur dan mekanisme yang ada,” tutur dia.
Chatarina dengan tegas mengecam kecurangan dalam proses PPDB. Dia tidak membenarkan setiap anak masuk ke sekolah negeri dengan menghalalkan segala cara.
"Karena hal itu akan mengambil hak-hak anak yang seharusnya menurut aturan berhak untuk masuk sekolah tersebut,” tegas dia.
Dia mengatakan salah satu akar permasalahan terjadinya kecurangan pada PPDB adalah ketersediaan daya tampung sekolah negeri. Maka, perlu ada kerja sama intensif antara pusat dengan daerah dalam memenuhi kebutuhan jumlah dan memeratakan mutu sekolah SMP dan SMA secara konsisten.
Baca juga: PPDB Jalur Zonasi Dinilai Tidak Bisa Diharapkan |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News