Tanaman obat. DOK BRIN
Tanaman obat. DOK BRIN

Peneliti BRIN Ungkap Potensi Tanaman Obat Atasi Tumor dan Kanker

Renatha Swasty • 19 Oktober 2023 15:34
Jakarta: Kepala Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PR BBOOT) Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sofa Fajriah, mengatakan Indonesia dengan biodiversitas yang sangat tinggi mempunyai potensi besar untuk pengembangan obat dari produk bahan alam. Apalagi, besarnya keinginan masyarakat untuk back to nature yang mendorong pemanfaatan herbal.
 
Utamanya, untuk kesehatan serta membutuhkan penguatan kajian, studi, dan penelitian herbal oleh ilmuwan. Selain itu, ada peningkatan kesadaran masyarakat akan kesehatan berpengaruh pula pada penggunaan obat herbal yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia secara turun menurun.
 
“Hal ini dilakukan oleh masyarakat tentunya karena khasiatnya sudah terbukti dapat menyembuhkan penyakit, lebih murah, dan efek sampingnya juga lebih kecil, bahkan hampir tidak ada. Semoga webinar ini dapat menambah pengetahuan kita,” kata Sofa dalam Webinar Bincang Riset VII bertema Tumbuhan dan Ramuan Tradisional untuk Kesehatan Masyarakat dikutip dari laman brin.go.id, Kamis, 19 Oktober 2023.

Peneliti PRBBOOT BRIN, Suharmiati, menjelaskan etnofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunaan tanaman yang memiliki efek farmakologi. Di samping itu, juga memiliki hubungan dengan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan oleh masyarakat atau suku.
 
“Kencing manis atau Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Utamanya disebabkan kurangnya produksi hormon insulin atau fungsi hormon insulin yang kurang baik. Sehingga proses transport glukosa ke dalam sel untuk diproses menjadi energi, akan terganggu,” ucap dia.
 
Suharmiati mengungkapkan hasil analisis data Ristoja 2015 dan 2017 dari Kementerian Kesehatan diketahui terdapat 10 tanaman terbanyak yang digunakan Penyehat Tradisional (Hattra) untuk mengobati DM. Kesepuluhnya, yakni sambiloto (Andrographis paniculata), pinang (Areca catechu), brotowali (Tinospora cordifolia), sirsak (Annona muricata), jengkol (Archidendron jiringa), jamblang (Syzygium cumini), salam (Syzygium polyanthum), petai cina (Leucaena leucocephala), sirih (Piper bettle), dan temulawak (Curcuma zanthorrhiza).
 
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan TO yang digunakan oleh Hattra untuk mengobati DM ada 76 famili. Terbanyak dari famili Fabaceae dan spesies terbanyak yang digunakan yaitu Andrographis paniculata dan Areca catechu.
 
Peneliti PRBBOOT BRIN lainnya, Lucie Widowati, mengungkapkan, data Kementerian Kesehatan pada 2019 terdapat 88.920 Hattra di Indonesia, yang meliputi Hattra ramuan dan keterampilan.
 
“Dari 34 provinsi di Indonesia terdapat 405 etnik, dan dari data sampel Hattra Riset Tumbuhan Obat dan Jamu Pulau besar 2012, 2015, dan 2017, Sulawesi merupakan pulau yang paling tinggi penggunaan tanaman obat (23 persen). Sedangkan Sulawesi Utara sebagai provinsi yang memanfaatkan toga (tanaman obat keluarga) dengan cukup tinggi,” tutur dia.
 
Lucie menyebut prevalensi (per mil) kanker berdasarkan Diagnosis Dokter pada Penduduk Semua Umur menurut Provinsi, Riskesdas 2018 di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera, serta Gorontalo paling tinggi yaitu sebanyak 2,44 persen.
 
“Data untuk kanker dari etnomedicine umumnya tidak menjelaskan penggunaan kanker jenis yang mana. Hanya 5 dari 10 tanaman obat yang banyak digunakan untuk kanker, mempunyai data empiris yang sesuai dengan klaim yaitu Loranthus sp., Morinda citrifolia L., Phaleria macrocarpa Schef. Boerl., Euphorbia hirta L, dan Mimosa pudica L,” papar dia.
 
Dia memaparkan tanaman obat untuk kanker yang digunakan oleh Hattra baik yang mempunyai data empiris maupun tanpa data empiris, sudah mempunyai data ilmiah yang mendukung klaim.
 
“Dari 378 jenis tanaman obat yang digunakan untuk mengobati tumor dan kanker, masih ada 24 jenis yang bisa ditambahkan. Sayangnya, sampai saat ini belum dapat diidentifikasi tanaman obat tertentu asli Sulawesi, namun karena penggunaannya yang jarang, maka belum teridentifikasi secara spesifik,” tutur dia.
 
Sudibyo Supardi, peneliti PRBBOOT BRIN, memaparkan pengertian sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Keluhan sakit berkaitan dengan gangguan psikososial yang dirasakan, sedangkan penyakit berkaitan dengan gangguan pada organ tubuh berdasarkan diagnosis medis.
 
Pengobatan sendiri dalam pengertian umum adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mengobati diri sendiri menggunakan obat, obat tradisional, atau cara lain tanpa nasihat tenaga kesehatan. Tujuan pengobatan untuk peningkatan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter.
 
"Penggunaan obat tradisional dalam upaya pengobatan sendiri terus meningkat selama kurun waktu tujuh tahun, yaitu pada 2000 sampai 2006 dari 15,2 persen menjadi 38,3 persen,” tutur dia.
 
Sudibyo juga mengatakan obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, ekstrak, atau campuran dari bahan tersebut yang digunakan untuk pengobatan secara turun temurun. Hal ini dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
 
“Belum diketahui perilaku masyarakat dalam menggunakan tanaman obat yang ada di sekitarnya dalam upaya pengobatan sendiri. Diperlukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui penggunaannya. Menilai hubungan antara kelompok umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan penggunaan tanaman obat sebagai jamu buatan sendiri,” ujar dia.
 
Dari hasil penelitiannya, Sudibyo membeberkan, responden terbesar menggunakan jamu buatan sendiri yang berasal dari tanaman obat sebanyak 54,2 persen. Jenis tanaman obat yang paling sering digunakan, meliputi kunyit, kencur, jahe, asem, temulawak. Dengan bentuk sediaan jamu rajangan sebesar 71,2 persen, dan yang direbus terlebih dahulu sebanyak 78,7 persen.
 
Sedangkan, tujuan penggunaan jamu menjaga kesehatan/promotive yaitu 78,8 persen, mendapatkan sumber informasi kegunaan jamu dari lingkungan sebanyak 73,1 persen. Frekuensi penggunaan jamu kalau ada keluhan saja 69,2 persen.
 
Kemudian, sumber jamu persentase terbesar berasal dari pekarangan/kebun/pasar sejumlah 71,2 persen. Biayanya maksimum Rp5000 sekali minum sekitar 51,9 persen, dan setelah minum jamu berasa manfaatnya terdapat 90,4 persen, serta tidak merasakan efek samping sejumlah 96,2 persen.
 
Baca juga: Pengembangan Obat Antikanker dari Bahan Alam Butuh Strategi

Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan