Kaesang awalnya mempertanyakan siapa penguasa yang dimaksud. Apabila yang dimaksud adalah era pemerintahan Presiden RI Joko Widodo, maka hal itu tidak bisa disamakan dengan Orba.
Di saaat yang sama, Kaesang mengatakan tidak tahu apa yang terjadi di era Orba. Sebab, saat itu Kaesang masih kecil dan tidak merasakan masa tersebut.
"Saya enggak tahu maksudnya definisi seperti Orde Baru seperti apa dulu? Karena saya sendiri kan saya tidak mengalami. Karena waktu itu saya masih umurnya kecil, jadi saya enggak mengalami. Jadi saya harus tanya ke teman-teman yang di mana definisinya sebelum tanya saya tuh seperti apa," kata Kaesang.
Apakah Sobat Medcom juga belum tahu soal Orba? Yuk simak artikel berikut yang bakal membahas soal Orba, mulai dari definisi hingga peristiwa sejarahnya.
Melansir laman imigrasi.go.id, era Orba merupakan masa pemerintahan terpanjang dalam sejarah di Indonesia. Orba dipimpin oleh Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto selama 32 tahun.
Masa pemerintahan ini berlangsung sejak diterimanya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966 oleh Soeharto. Dan berakhir ketika reformasi terjadi pada 1998.
Adapun selama berjalannya rezim ini, Indonesia telah mengubah struktur ekonomi, politik, sosial-budaya, dan bidang lainnya. Sejarah Orde Baru banyak sekali diwarnai catatan negatif di bidang politik, HAM, militer, maupun sosial.
Mengutip laman pahamify.com, terdapat beberapa peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Orba. Di antaranya peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI.
Setelah G30S/PKI ditumpas, berdasarkan berbagai bukti yang berhasil dikumpulkan, Partai Komunis Indonesia (PKI) disebut sebagai dalangnya. Hal ini memicu kemarahan rakyat.
Bentrokan fisik antara masyarakat yang setia pada Pancasila dan UUD 1945 dengan massa PKI terjadi di Jakarta serta berbagai daerah di seluruh Indonesia. Sementara itu, untuk mengisi kekosongan pimpinan Angkatan Darat, pada 14 Oktober 1965, Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Angkatan Darat.
Bersamaan dengan itu dimulai tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya. Berbagai partai politik, organisasi massa, pemuda, kaum wanita, dan masih banyak lagi secara serentak membentuk Front Pancasila untuk menghancurkan pendukung G30S/PKI. Mereka meminta penyelesaian politis terhadap pihak yang terlibat dalam G30S/PKI.
Kondisi perkonomiann juga melatarbelakangi lahirnya Orba. Kondisi perekonomian semakin memburuk, membuat barang keperluan sehari-hari semakin sulit didapat dan harganya mahal, sehingga terjadilah inflasi.
Selanjutnya ada pula peristiwa Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Peristiwa ini berupa aksi Front Pancasila di DPR yang menuntut pembubaran PKI dan ormasnya, pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI, hingga penurunan harga-harga barang.
Akhirnya, pada 21 Februari 1966, Presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet. Namun, perubahan tersebut tidak memuaskan hati rakyat Indonesia karena masih banyak tokoh diduga terlibat dalam G30S/PKI berada di dalam kabinet baru, yang dikenal sebagai Kabinet Seratus Menteri.
Saat pelantikan anggota kabinet baru pada 24 Februari 1966, mahasiswa, pelajar, dan pemuda memenuhi jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu kemudian dihadang oleh Pasukan Cakrabirawa, hingga akhirnya terjadi bentrokan antara Pasukan Cakrabirawa dan demonstran.
Peristiwa demonstrasi ini mengakibatkan seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Arif Rahman Hakim, gugur. Gugurnya Arif Rahman Hakim ini semakin memberikan semangat juang demonstran untuk menuntut perubahan dan perbaikan taraf hidup bagi bangsa Indonesia.
Melihat situasi semakin tak terkendali, Presiden Soekarno akhirnya menyusun Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) untuk Soeharto. Isi Supersemar adalah untuk mengendalikan kondisi negara dan mengamankan wibawa pemerintah.
Soeharto akhirnya mengatasi keadaan serba tidak menentu dan sulit terkendali, sehingga Orde Baru dimulai. Surat perintah ini digunakan oleh Soeharto untuk memenuhi tuntutan Tritura, seperti membubarkan PKI, menangkap menteri yang diduga terlibat G30S, membentuk kabinet baru, dan menjalankan pemerintahan.
Masa pemerintahan Orde Baru
Orba di bawah pemerintahan Presiden Soeharto memiliki sejumlah kebijakan. Salah satunya berlakunya dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).Saat itu, banyak prajurit militer dari berbagai pangkat, jabatan, dan angkatan ikut bekerja dalam pemerintahan, seperti menjabat posisi lurah atau kepala desa. Hal ini dianggap sebagai tanda menguatnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam rezim Orde Baru.
Pada masa itu pilihan politik menjadi terbatas. Pemilu 1977 misalnya hanya diikuti tiga partai politik yakni PDI, PPP, dan Golkar.
Penyederhanaan ini dilakukan untuk membatasi banyaknya ideologi yang berkembang. Pembagian tersebut diharapkan dapat menciptakan kestabilan politik.
Sayangnya, penyederhanaan pilihan politik justru menguatkan partai Golkar. Kejadian ini dapat dimungkinkan karena Soeharto membuat kebijakan yang mendukung kemenangan Golkar, seperti peraturan monoloyalitas PNS.
Di era Soeharto pembangunan berjalan sangat masif. Terdapat komitmen pemerintah untuk menempatkan pembangunan infrastruktur fisik dan nonfisik sebagai prioritas. Selain itu, pemerintah juga membuka penanaman modal asing dan dalam negeri untuk masuk serta membuka usaha di Indonesia.
Melalui modal tersebut, pembangunan dapat berlangsung lancar dan perekonomian kembali normal. Meski demikian, kebijakan penanaman modal ini disebut hanya menguntungkan keluarga soeharto atau dikenal dengan istilah keluarga cendana, karena sebagian besar bisnis di Indonesia saat itu dikelola oleh anggota keluarga cendana.
Pembangunan ekonomi nasional Orde Baru dilakukan melalui Repelita. Program Repelita ini didasarkan atas pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional.
Sementara pada perkembangan politik, masa Orde Baru selama 32 tahun memiliki proses politik sangat dinamis. Pemerintah berhasil menyelenggarakan enam kali pemilu pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1998.
Namun, semua proses demokrasi tersebut selalu dimenangkan oleh Golkar dan memberikan kesempatan Presiden Soeharto untuk kembali menjabat. Hal ini dinilai sebagai cara pemerintah mempertahankan kekuasaan Soeharto.
Runtuhnya Orde Baru
Rubuhnya Orba ditantai dengan adanya krisis ekonomi sejak 1997. Krisis tersebut membuat nilai tukar rupiah jatuh.Badai krisis moneter berlarut-larut akhirnya memancing kelompok kritis di masyarakat. Kelompok kritis menilai permasalahan ekonomi ini bertumpu pada kesalahan urus pemerintah Orde Baru.
Situasi yang awalnya hanya berupa krisis ekonomi berkembang menjadi krisis kepercayaan. Hilangnya kepercayaan ini membawa demonstrasi besar hingga kerusuhan.
Bahkan di Jakarta banyak terjadi penjarahan. Kemarahan masyarakat, terutama di kalangan mahasiswa semakin memuncak setelah Soeharto dicalonkan kembali sebagai Presiden Republik Indonesia pada pemilu keenam.
Mahasiswa akhirnya menuntut adanya Reformasi pada 1998. Reformasi ini membawa beberapa tuntutan di antaranya dihapusnya dwifungsi ABRI, penurunan maupun pengadilan terhadap Soeharto dan kroni-kroninya, penghapusan KKN, penegakan supremasi hukum, amandemen UUD 1945, hingga pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya.
Melihat tuntutan reformasi semakin besar, Presiden Soeharto akhirnya menyampaikan pengunduran diri pada 21 Mei 1998. Berakhirnya masa jabatan Soeharto inilah yang menjadi tanda runtuhnya Orde Baru dan berganti menjadi era Reformasi.
Baca juga: 5 Hal yang Harus Diketahui Soal G30s/PKI: Ajang Penghabisan Nyawa Hingga Alat Propaganda Politik |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News