Teknik pewarnaan tenun nusantara sangat kompleks dan umumnya menggunakan pewarnaan alami. Salah satu daerah pengrajin tenun ikat dengan pewarna alami adalah Waingapu, Sumba Timur, NTT.
Salah satu bahan yang digunakan untuk mewarnai tenun nusantara adalah berasal dari tanaman-tanaman endemik lokal. Di antaranya tanaman Wuira (nila), akar mengkudu, serta daun dan kulit loba.
Dilansir dari laman Ditjen SMP, dalam proses pembuatannya, pengrajin tenun Sumba akan mencari berbagai tanaman bahan yang banyak ditemukan di alam. Bahan dasar warna biru (indigo) dihasilkan dari tanaman Wuira/Nila.
Dahulu, Wuira hanya boleh diambil dan diolah oleh kaum perempuan. Sementara warna dasar merah dihasilkan dari akar mengkudu.
Tanaman Wuira yang telah dipanen diperas, direndam dalam air, serta dicampur kapur untuk dapat digunakan sebagai pewarna. Tanaman yang telah direndam tersebut dibiarkan selama beberapa hari sehingga menghasilkan endapan Indigo.
Berbeda dengan proses warna Indigo, bahan-bahan untuk pewarna merah perlu ditumbuk agak halus. Setelah ditumbuk, bahan-bahan tersebut direndam dan diaduk dalam air sehingga menghasilkan olahan seperti bubur.
Sebelum benang dicelupkan ke larutan pewarna merah, terlebih dahulu dilakukan proses perminyakan. Benang dicelupkan ke dalam larutan dari bahan-bahan alami seperti kemiri.
Hal tersebut bertujuan supaya warna merah yang berasal dari larutan mengkudu bisa lebih meresap ke dalam benang.
Sebelum dicelupkan ke dalam larutan, benang tersebut umumnya diberi motif/gambar. Motif yang dibuat biasanya hewan yang berada disekitar mereka misalnya kuda, buaya, ayam dan burung.
Motif-motif yang dibuat mempunyai makna serta cerita masing-masing. Contohnya seperti motif burung dan ayam yang merupakan simbol dari musyawarah atau ular dan udang sebagai simbol reinkarnasi.
Setelah pemberian motif, langkah selanjutnya ialah proses mencelupkan benang ke dalam larutan warna. Proses pencelupan dilakukan beberapa kali, tergantung keinginan kepekatan warna.
Benang yang dicelupkan ke larutan Indigo bisa menghasilkan warna biru atau biru gelap kehitaman. Untuk benang yang dicelupkan ke larutan mengkudu bisa menghasilkan warna merah atau cokelat.
Jika semua sudah siap, tahapan akhirnya adalah proses menenun. Benang yang telah dicelupkan dan dijemur hingga kering selanjutnya akan ditenun.
Biasanya, penenun adalah kaum wanita. Proses menenun rata-rata memerlukan kurang lebih waktu satu minggu. Untuk keseluruhan proses dari awal sampai menjadi sebuah kain memerlukan waktu berbulan-bulan.
Bahkan, untuk kain ukuran besar bisa mencapai satu tahun. Kain tenun Sumba telah menjadi salah satu ikon tenun nasional dan diminati oleh pasar internasional.
Banyak orang suka dengan kain Sumba ini tak hanya karena keindahannya namun juga nilai yang ada di baliknya, terutama pewarnaan alaminya yang tidak merusak lingkungan hidup.
Kearifan pewarnaan alami ini penting karena saat ini industri tekstil kita didominasi oleh pewarna kimia yang berbahaya bagi tubuh serta dapat mencemari lingkungan. Demi kelangsungan hidup dan alam, kearifan lokal pewarna alami dalam karya wastra penting untuk dilestarikan dan dijadikan pilihan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Baca juga: Kisah Penenun Kuliahkan Anak Berkat Karya Tenun Ikat Warna Alam |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News