Salah satu daerah yang membuka jalur zonasi berdasarkan kelurahan ialah DKI Jakarta. Menurutnya, pemetaan zonasi bisa lebih akurat dan berkeadilan jika jarak yang dilihat langsung titik rumah siswa dengan sekolah yang dituju.
"Patokan di DKI itu ditentukan melalui kelurahan. Begitu canggihnya (teknologi) untuk menghitung jarak, kenapa masih pakai kelurahan," kata David dalam forum diskusi ikatan alumni Universitas Indonesia, Rabu, 8 Juli 2020.
Dia juga mempermasalahkan seleksi umur yang diterapkan DKI Jakarta dalam jalur zonasi. Dari seluruh wilayah Indonesia, kata dia, hanya DKI Jakarta yang menggunakan usia sebagai tolak ukur utama diterima atau tidaknya siswa.
"Di daerah lain zonasi itu pake meter kayak di Bekasi (Jawa Barat). Di DKI pake usia, Bekasi itu nomor satu ditulis 10 meter, nomor dua, 46 meter," ungkapnya.
Baca: Siswa Miskin di Jakarta Sulit Manfaatkan Jalur Afirmasi
Kota Bandung pun juga demikian. David mengatakan, meskipun mengambil faktor usia, namun tidak menjadi prioritas seperti di Jakarta. Ketika anak yang usianya lebih muda dan jarak tempat tinggalnya dekat dengan sekolah, anak itulah yang mendapat posisi pertama di sekolah tersebut.
"Bandung itu bikin skor jarak dan umur, tapi umur tidak menentukan, urutan nomor dua itu lebih tua (umurnya) dibandingkan urutan nomor satu," ucap dia.
Pelaksana tugas Irjen Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang juga mengatakan kriteria usia hanya boleh dipakai untuk menyeleksi bangku terakhir. Kondisi tersebut terjadi saat ada kelebihan daya tampung dan kesamaan kriteria jarak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News