Ilmuwan diaspora Indonesia, Assistant Professor di University, Bagus Putra Muljadi. Medcom.id/Citra Larasati.
Ilmuwan diaspora Indonesia, Assistant Professor di University, Bagus Putra Muljadi. Medcom.id/Citra Larasati.

Simposium Cendekia Kelas Dunia 2019

Ilmuwan Diaspora Siap Jadi Agen Ilmu Pengetahuan Indonesia

Muhammad Syahrul Ramadhan • 09 Agustus 2019 14:15
Jakarta:   Ilmuwan diaspora Indonesia yang menjadi Asisten Profesor di Nottingham University, Inggris, Bagus Putra Muljadi merespons positif, prioritas Presiden Joko Widodo untuk fokus pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di periode kedua kepemimpinannya. Menurutnya ilmuwan diaspora memiliki peran penting untuk menjembatani dan menjadi agen ilmu pengetahuan bagi Indonesia di dunia. 
 
“Hal yang baik, sangat perlu didukung, peningkatan SDM,” kata Bagus dikutip dari program Newsmaker Medcom.id, Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2019.
 
Bagus mengungkapkan, dirinya dan ilmuwan diaspora lainya diundang pulang ke Indonesia melalui program Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) yang digagas oleh Direktorat Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi (SDID), Kemenristekdikti..

Tahun ini, ada 57 ilmuwan diaspora yang diajak untuk ikut membangun bangsa, salah satunya melalui pembangunan SDM melalui pendidikan tinggi. Ia juga mengaku senang, karena bisa berkontribusi untuk tanah kelahirannya.
 
“Negara terasa dekat, karena kami diberi tanggung jawab, memiliki makna berkontribusi balik ke Indonesia,” tuturnya.
 
Baca:  Ada Angin Segar untuk Pendidikan Tinggi Indonesia
 
Lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung ini menjelaskan, dalam program ini para ilmuwan diaspora akan disebar untuk turun langsung ke Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia.  Agenda utamanya adalah melakukan kolaborasi dengan para akademisi di kampus yang dituju, mendiseminasikan hasil riset.
 
Selain itu pihak perguruan tinggi tuan dalam negeri akan mempresentasikan hasil riset, kemudian dicari kesamaannya untuk saling melengkapi. “Contoh kalau di Nottingham kami memiliki fasilitas-fasilitas yang di Indonesia tidak ada, tetapi di Indonesia memiliki tantangan-tantangan yang di UK tidak ada.  Bahan dasar riset yang di UK tidak ada, itu bisa digabungkan, nanti hasil risetnya akan membawa nama-nama universitas yang bersangkutan, sehingga keduanya mendapatkan hasil yang baik,” papar Bagus.
 
Menurutnya, riset yang baik adalah riset yang bersifat kolaboratif, interdisipliner, dan bersifat global. Karena rata-rata hasil riset yang baik merupakan buah kolaborasi global, sehinga memiliki dampak yang besar dalam hal sitasi, lebih dikenal dan dibaca oleh publik.
 
Baca:  57 Ilmuwan Diaspora Diundang Mudik
 
“Inilah yang didukung. Ini saya pikir sudah benar apa yang dilakukan Kemenristekdikti.  Membawa kami berkolaborasi dengan universitas dalam negeri,” ujarnya.
 
Bukan dari segi riset saja, Master Mekanika Terapan di National Taiwan University ini menambahkan, yang paling penting SCKD akan menjadi program memfasilitasi pertukaran ilmu pengetahuan.   "Knowledge exchange lebih penting, daripada hanya sekadar menghasilkan sebuah paper.  Knowledge exchange terjalin antara Inggris dan Indonesia,” tandasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan