“Hal yang baik, sangat perlu didukung, peningkatan SDM,” kata Bagus dikutip dari program Newsmaker Medcom.id, Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2019.
Bagus mengungkapkan, dirinya dan ilmuwan diaspora lainya diundang pulang ke Indonesia melalui program Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) yang digagas oleh Direktorat Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi (SDID), Kemenristekdikti..
Tahun ini, ada 57 ilmuwan diaspora yang diajak untuk ikut membangun bangsa, salah satunya melalui pembangunan SDM melalui pendidikan tinggi. Ia juga mengaku senang, karena bisa berkontribusi untuk tanah kelahirannya.
“Negara terasa dekat, karena kami diberi tanggung jawab, memiliki makna berkontribusi balik ke Indonesia,” tuturnya.
Baca: Ada Angin Segar untuk Pendidikan Tinggi Indonesia
Lulusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung ini menjelaskan, dalam program ini para ilmuwan diaspora akan disebar untuk turun langsung ke Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Agenda utamanya adalah melakukan kolaborasi dengan para akademisi di kampus yang dituju, mendiseminasikan hasil riset.
Selain itu pihak perguruan tinggi tuan dalam negeri akan mempresentasikan hasil riset, kemudian dicari kesamaannya untuk saling melengkapi. “Contoh kalau di Nottingham kami memiliki fasilitas-fasilitas yang di Indonesia tidak ada, tetapi di Indonesia memiliki tantangan-tantangan yang di UK tidak ada. Bahan dasar riset yang di UK tidak ada, itu bisa digabungkan, nanti hasil risetnya akan membawa nama-nama universitas yang bersangkutan, sehingga keduanya mendapatkan hasil yang baik,” papar Bagus.
Menurutnya, riset yang baik adalah riset yang bersifat kolaboratif, interdisipliner, dan bersifat global. Karena rata-rata hasil riset yang baik merupakan buah kolaborasi global, sehinga memiliki dampak yang besar dalam hal sitasi, lebih dikenal dan dibaca oleh publik.
Baca: 57 Ilmuwan Diaspora Diundang Mudik
“Inilah yang didukung. Ini saya pikir sudah benar apa yang dilakukan Kemenristekdikti. Membawa kami berkolaborasi dengan universitas dalam negeri,” ujarnya.
Bukan dari segi riset saja, Master Mekanika Terapan di National Taiwan University ini menambahkan, yang paling penting SCKD akan menjadi program memfasilitasi pertukaran ilmu pengetahuan. "Knowledge exchange lebih penting, daripada hanya sekadar menghasilkan sebuah paper. Knowledge exchange terjalin antara Inggris dan Indonesia,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News