Bagus Putra Muljadi,  ilmuwan diaspora Indonesia yang menjadi Assistant Professor di University of Nottingham (kiri) dan Direktur Pemberitaan Medcom.id, Abdul Kohar (kanan).  Medcom.id/Muhammad Adam.
Bagus Putra Muljadi, ilmuwan diaspora Indonesia yang menjadi Assistant Professor di University of Nottingham (kiri) dan Direktur Pemberitaan Medcom.id, Abdul Kohar (kanan). Medcom.id/Muhammad Adam.

Ada Angin Segar untuk Pendidikan Tinggi Indonesia

Muhammad Syahrul Ramadhan • 09 Agustus 2019 13:17
Jakarta: Bagus Putra Muljadi ilmuwan diaspora Indonesia yang kini menjadi Asisten profesor di University of Nottingham, Inggris merasakan adanya angin segar bagi pendidikan tinggi di Indonesia.  Melalui berbagai program yang dibuat oleh pemerintah dibantu dengan gaung media massa, membuat masyarakat menjadi melek riset, publikasi, bahkan hingga Scopus.
 
Menurut Bagus, media memiliki peran yang tidak kecil dalam membumikan hal-hal tersebut ke masyarakat.  Dengan mendiseminasikan dan menyebarluaskan hasil-hasil riset para peneliti, kini masyarakat umum pun menjadi lebih mengenal  istilah-istilah yang sebelumnya jarang dikenal awam, dan hanya akrab di telinga akademisi.
 
“Sudah mulai kenal, kalau secara umum dalam kategori kualitas dan peringkat (pendidikan tinggi) memang masih di bawah, tapi ada angin segar, saya sungguh percaya itu,” kata Bagus dalam program Newsmaker Medcom.id, Jakarta, Kamis 8 Agustus 2019.

Ia juga mengungkapkan, Perguruan Tinggi Indonesia sebenarnya memiliki kualitas untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, tak kalah dengan perguruan tinggi di dunia. Ia mencontohkan dirinya, yang  jebolan ITB, kini bisa menjadi Assistant Professor di salah satu perguruan tinggi top 100 dunia, University of Nottingham pada departemen Teknik Lingkungan dan Kimia.
 
“Saya sekarang mengajar di universitas terkemuka, berarti ITB berhasil dan juga kampus-kampus lain, karena kebetulan saya di ITB.  Perguruan kita terbukti bisa 'memproduksi' sumber daya manusia yang berkualitas, modal sudah ada,” ujarnya.
 
Baca:  Dirjen Ghufron Buka-bukaan Soal Mencetak SDM di Era Kolaborasi
 
Bagus menambahkan, perbedaan perguruan tinggi Indonesia dan Inggris di mana kini ia bekerja adalah, Inggris mempunyai insentif yang cukup baik untuk menjadi penggerak masyarakat. “Mereka lebih aktif untuk mengajak masyarakat melakukan riset atau memperkenalkan hasil riset ke masyarakat, bahkan mengubahnya menjadi bahan kebijakan,” ungkapnya.
 
Ia berharap, Indonesia tidak berkecil hati terhadap kekurangan-keurangan yang ada pada dunia pendidikan tingginya. Karena menurutnya Indonesia mempunyai sifat optimistis dan terlihat ada kemajuan yang pesat di dunia pendidikan tinggi Indonesia.
 
“Memiliki kekurangan wajar, tergantung indikator seperti ranking dan segala macam. Itu bukan hal perlu dikhawatirkan, tapi ke depan kita punya optimisme,” ungkpanya.
 
Untuk diketahui, dalam beberapa waktu ini Bagus tengah berada di Indonesia.  Bagus menjadi salah satu ilmuwan diaspora Indonesia yang diundang Direktorat Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi (SDID), Kemenristekdiki untuk mengikuti program Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD).
 
Tahun ini, Kemenristekdikti bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia akan kembali menggelar Simposium Cendekia Kelas Dunia, pada 18-25 Agustus 2019, di Jakarta. Sebanyak 57 ilmuwan diaspora dari berbagai negara dengan bidang keilmuan yang berbeda akan turut serta dalam acara ini.
 
“Pemanfaatan diaspora sendiri sangat penting untuk membantu meningkatkan mutu dan produktivitas SDM Iptek dan Dikti melalui kolaborasi dan jejaring internasional,” ungkap Dirjen SDID, Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti.
 
Sejak Kemenristekdikti menggagas program pemanfaatan diaspora melalui skema Visiting World Class Professor (2016) dan Simposium Cendekia Kelas Dunia (2017 dan 2018), kolaborasi antara ilmuwan diaspora dengan ilmuwan dalam negeri telah menghasilkan banyak hal.  Setidaknya 25 Under Review Journal, 30 Submitted Journal, 18 Manuscript Journal, 35 Accepted Journal, 28 Proceeding, 90 Published Journal, dan 18 Conference, hingga Short course di Universitas terbaik di dunia telah lahir dari program ini.
 
Baca:  Bermodal IPK 2,70 Sukses Jadi Ilmuwan di Inggris
 
Tentunya, ini merupakan sebuah capaian dan langkah yang baik untuk membawa dunia akademik Indonesia semakin menyala di peta keilmuan dunia.  Melalui penyelenggaraan SCKD di tahun ini, Ghufron berharap pemerintah dan stakeholder terkait dapat mengambil kesempatan untuk menyinergikan diaspora dengan program-program unggulan yang dimilikinya, sebagai salah satu bagian dari program manajemen talenta yang digagas pemerintah.
 
Keberadaan diaspora juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membantu mempercepat transfer ilmu dan teknologi serta research and development (R and D), membantu mengintegrasikan Indonesia dengan komunitas riset global dan industri maju, serta menjadikan perguruan tinggi Indonesia menjadi perguruan tinggi berkelas dunia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan