Inovasi itu berhasil dipatenkan oleh Tim Biomekanika ITB pada 2020. Produk ini muncul sebagai respons atas kebutuhan lutut prostetik yang nyaman dan terjangkau untuk masyarakat dari kelas ekonomi menengah ke bawah.
Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB, Tatacipta Dirgantara, mengatakan produk ini merupakan hasil nyata kolaborasi desain rekayasa dengan desain industri oleh ITB.
“Yang kami (Tim Biomekanika ITB) lakukan pertama kali adalah memahami bagaimana mekanisme kinematika lutut, supaya lutut prostetik yang dihasilkan nanti mampu digunakan untuk berjalan layaknya lutut normal. Kemudian, pada tahun yang sama ada mahasiswi FSRD (Rahma Ari Fauziah) datang mengajukan diri untuk mendesain lutut prostetik tersebut,” cerita Tata dalam Dialog Seni dan Teknologi LPPM ITB bertajuk “Aesthetics and Biomechanics” dikutip dari laman itb.ac.id, Selasa, 24 Januari 2023.
Rahma memulai penentuan desain dari pengamatan dan wawancara langsung kepada masyarakat difabel untuk mengetahui kebutuhan desain dari sisi manusia atau penggunanya. Hal itu berbeda dengan pendekatan saintifik oleh Tim Biomekanika ITB.
Tatacipta menyebut dari pendekatan tersebut diketahui pengguna menginginkan lutut prostetik lebih fleksibel sehingga bisa digunakan untuk bersila dan salat. Dia mengatakan masukan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Tim Biomekanika ITB dan dilanjutkan dengan penyempurnaan desain bentuk lutut prostetik yang lebih estetik serta ergonomis oleh Rahma.
Proses kolaboratif tersebut akhirnya menghasilkan desain lutut prostetik nyaman dan estetik namun tetap terjangkau. Tatacipta menyebut kolaborasi seperti ini sebenarnya diperlukan untuk merespons berbagai persoalan aplikatif saat ini.
"Karena masing-masing bidang ilmu tidak mampu menghasilkan produk yang optimal jika bekerja sendiri-sendiri," tutur dia.
Baca juga: Selamat! Karla Bionics Sabet Penghargaan Terinovatif di Bandung Startup Pitching Day 2022 |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News