Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) mengunjungi sejumlah korban luka, baik berat, sedang, dan ringan, pada Sabtu, 8 Oktober 2022, kemarin/Dok. TGIPF.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) mengunjungi sejumlah korban luka, baik berat, sedang, dan ringan, pada Sabtu, 8 Oktober 2022, kemarin/Dok. TGIPF.

Pakar Toksikologi Unair Beberkan Efek Senyawa Kimia Gas Air Mata hingga Bisa Membuat Kematin

Renatha Swasty • 17 Oktober 2022 16:07
Jakarta: Penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian dalam tragedi Kanjuruhan menuai kritikan publik. Sebanyak 132 orang meninggal akibat desak-desakan setelah penembakan gas air mata. 
 
Pakar Toksikologi Universitas Airlangga (Unair) Shoim Hidayat menjelaskan gas air mata terbuat dari senyawa-senyawa kimia seperti chlorobenzylidenemalononitrile (CS), diphenylaminechlororarsine (DM), dibenzoxazepine (CR), chloroacetophenone (CN), serta semprotan merica atau Oleoresin capsicum. Dari bahan-bahan tersebut, yang paling banyak digunakan dan diproduksi oleh PT Pindad adalah chlorobenzylidene malononitrile (CS). 
 
Shoim menyebut senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam gas air mata tersebut memiliki sifat dasar iritan yang kuat. Sehingga, mudah mengiritasi dan merangsang bagian mukosa atau selaput lendir dalam organ tubuh manusia, seperti sklera pada mata, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Oleh sebab itu, organ-organ tersebutlah yang paling mudah terpengaruh oleh efek gas air mata. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) itu mengatakan tingkat keparahan dari efek yang ditimbulkan oleh gas air mata sangat bergantung pada dua hal. Yaitu kadar atau tingkat konsentrasi dan durasi paparan gas air mata itu sendiri. 
 
“Perhatikan tragedi Kanjuruhan. Kalau melihat jumlah gas air mata yang begitu banyak ditembakkan, itu sudah menggambarkan konsentrasi atau kadarnya tinggi. Apalagi kalau itu terjadi di ruang tertutup, mereka yang di tengah lapangan kelihatan baik-baik saja, tapi yang di tribun, itu tertutup, pasti lebih parah,” jelas Shoim dikutip dari laman unair.ac.id, Senin, 17 Oktober 2022. 
 
Dia mengatakan makin lama durasi paparan gas air mata yang ditembakkan, efek yang ditimbulkan juga semakin parah. Apabila kedua hal itu digabung, tingkat keparahan makin tinggi dan otomatis akan mengakibatkan komplikasi. 
 
“Jadi, kalau kadarnya itu rendah dan sebentar, efeknya akan terasa sekitar 20 detik dan hilang sekitar 30 menit sampai 1 jam. Tapi kalau parah, itu akan terjadi komplikasi dan itulah yang akan mengakibatkan kematian dan sebagainya. Kalau hanya sebentar mungkin akan pedih saja dan sekitar 30 menit akan pulih kembali karena tujuan gas air mata itu untuk mengendalikan kerumunan massa supaya tidak bergerombol,” ujar Shoim.
 
Dia menyebut mukosa atau selaput lendir yang mengalami iritasi akan menimbulkan radang, baik radang ringan ataupun radang berat. Apabila korban mengalami radang berat, memerlukan waktu lama untuk sembuh dan bisa mengakibatkan kecacatan. 
 
Misalnya, pada bagian mata, bila terkena kornea bisa menimbulkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan. Selain itu, bila radang berat terjadi pada saluran pernapasan, akan terjadi pembengkakan yang akan menimbulkan rasa sesak dan penyempitan saluran pernapasan. 
 
Bahkan, lebih parah lagi bila penyempitan saluran pernapasan disertai dengan rasa nyeri bisa terjadi sindrom pernapasan akut berat. Hal itu menyebabkan orang tidak bisa bernapas sehingga meninggal dunia.
 
“Jadi, kematiannya bukan langsung dari gas air mata, tapi efek iritasinya yang bisa membuat radang hebat. Belum lagi di ruangan sempit, tertutup, dan kandungan oksigen berkurang. Sekali lagi, gas air mata tidak menyebabkan kematian, tapi komplikasinya yang bisa menyebabkan kematian,” jelas dia.
 
Baca juga: Merah Mata Kevia Naswa Merekam Jelas Peristiwa Mencekam Kanjuruhan 

 
(REN)




LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif