Ilustrasi bayi - Pexel
Ilustrasi bayi - Pexel

Ekonom Unair Ungkap Alasan Angka Kelahiran di Negara Maju Terus Menurun

Renatha Swasty • 10 Juni 2022 17:48
Jakarta: Resesi seks merupakan istilah untuk menerangkan penurunan angka kelahiran di suatu negara. Resesi seks sering terjadi di beberapa negara maju, seperti Jepang dan Singapura. 
 
Ekonom Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo mengungkap alasan resesi seks atau penurunan angka kelahiran. Saat ini, angka kelahiran global berada di angka 2,3 anak per perempuan. 
 
Artinya, setiap perempuan bisa melahirkan dua hingga tiga anak. Namun, di Jepang angka kelahiran berada di tingkat 1,3, sedangkan di Singapura sebesar 1,12.

“Tren angka kelahiran global bukan hanya tahun ini saja bahkan sejak satu hingga dua dekade ini trennya di negara maju terus menurun,” tutur Rossanto dikutip dari laman unair.ac.id, Jumat, 10 Juni 2022. 
 
Dosen Ilmu Ekonomi Unair itu menyebut secara ekonomi biaya hidup di negara maju tergolong mahal. Pertimbangan ekonomi menjadi faktor utama yang menyebabkan masyarakat di negara maju mengurangi angka kelahiran. 
 
“Secara umum, kemampuan seorang individu untuk membiayai kehidupan di sana sangat tinggi, sehingga semakin banyak jumlah keluarga akan meningkatkan biaya hidup juga,” tutur dia. 
 
Rossanto menyebut bagi keluarga yang hidup di negara maju, semakin banyak anak maka semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi keluarga yang penghasilannya berada di tingkat rata-rata atau di bawah rata-rata.
 
“Hal ini tentunya mengurangi hasrat untuk menambah jumlah anggota keluarga. Apalagi, kemarin ditambah dengan kondisi pandemi ini mereka juga khawatir terkait kesehatan,” tutur dia. 
 
Dia mengatakan penurunan angka kelahiran disengaja sebagian besar kalangan masyarakat di negara maju, terutama Jepang dan Singapura. Rosssanto mengatakan akan ada biaya tambahan yang dikeluarkan seperti biaya untuk jasa babysitter dengan menambah anak. 
 
“Di beberapa kalangan, biaya sewa babysitter mahal, sehingga banyak ibu yang berhenti bekerja,”  ucap dia. 
 
Saat ibu berhenti bekerja, sumber penghasilan keluarga hanya dari suami. Mereka akan mempertimbangkan dan memikirkan antara penerimaan dan pengeluaran rumah tangga yang harus dibayar setiap bulan.
 
Bahkan, Jepang tak mengenal cuti hamil dan cuti melahirkan. Jadi, kata dia, seseorang yang mengajukan cuti karena melahirkan sudah langsung dipecat selamanya oleh perusahaan.
 
“Di Indonesia lebih humanis, ya. Masih ada waktu cuti hamil dan melahirkan sekitar tiga bulan. Kalau di Jepang, cuti melahirkan berarti berhenti selamanya,” tutur dia. 
 
Baca: Tingkat Kelahiran di Tiongkok Catat Rekor Terburuk Sejak 1978
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan