Ilustrasi PAUD. Foto: Tanoto Foundation
Ilustrasi PAUD. Foto: Tanoto Foundation

Tak Hanya Gizi, Stimulasi dan Pengalaman Belajar Penting Bagi Anak PAUD

Citra Larasati • 26 Juni 2024 19:26
Jakarta:  Pengembangan usia dini memiliki peran strategis terhadap tumbuh kembang anak di masa depan. Dengan memberikan stimulasi dan pengalaman belajar yang positif sejak usia dini terutama di usia 0 hingga 3 tahun, dapat membangun fondasi yang kuat untuk perkembangan kognitif, sosial, emosional, dan bahasa anak.
 
Otak anak di usia 3 tahun berkembang mencapai sekitar 80% dari otak orang dewasa.  Begitu pentingnya pengembangan bagi anak di usia tersebut, mendorong berbagai pihak untuk berkontribusi di dalamnya.
 
Lebih dari 500 peserta dari 48 negara hadir di Konferensi Regional Asia-Pasifik tentang Perkembangan Anak Usia Dini (Early Childhood Development) 2024 yang diadakan oleh Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood (ARNEC) di Penang (Malaysia) Mei 2024 lalu.  Tema konferensi yang diangkat adalah “Berinvestasi dalam Perkembangan Anak Usia Dini: Sebuah jalur yang efektif untuk membangun ketahanan dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan”.

Dalam kesempatan tersebut, Head of Policy and Advocacy Tanoto Foundation, Eddy Henry menyampaikan pentingnya layanan stimulasi di samping layanan kesehatan dan gizi bagi anak usia dini. Terutama di usia 0-3 tahun untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya, dan pentingnya dilakukan konvergensi layanan, yaitu layanan kesehatan, pembinaan keluarga balita, layanan pendidikan anak usia dini dan layanan sosial.
 
Eddy menjelaskan, program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia telah mendapatkan perhatian pemerintah dengan terbitnya Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 60 tahun 2013. Perpres tersebut mengatur bahwa layanan PAUD harus diberikan secara holistik dan integratif, yang mencakup pendidikan, kesehatan, nutrisi, keselamatan & keamanan, dan aspek pengasuhan.
 
Dalam pelaksanaannya, beberapa kementerian dan lembaga negara sudah menjalankan berbagai program layanan yang mencakup pengembangan dan pendidikan anak usia dini seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita (BKB), Pendidikan Anak Usia Dini dan Program Keluarga Harapan (PKH).
 
Untuk mendukung program-program pemerintah tersebut, berbagai lembaga non-pemerintah, pihak swasta dan filantropi juga melakukan berbagai inisiatif dan inovasi. Untuk melengkapi layanan yang dijalankan di Posyandu dan BKB yang biasanya diadakan sekali dalam sebulan, kami merintis suatu program kerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat dengan mendirikan sebuah pusat layanan pengasuhan dan stimulasi usia dini yang disebut Rumah Anak SIGAP.
 
"Sentra yang dibuka minimal lima hari dalam seminggu ini bisa memberikan layanan pengembangan anak usia dini yang berkualitas lebih sering dan intensif,” sebut Eddy.
 
Dalam praktik di lapangan, sering ditemui kader Posyandu dan kader BKB adalah orang yang sama. Mereka anggota masyarakat yang paling aktif, kebanyakan perempuan.
 
Oleh karena itu pelatihan yang efektif akan memungkinkan pekerja garis depan ini memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang pengembangan anak usia dini yang mencakup aspek kesehatan, gizi, stimulasi, keselamatan dan keamanan, serta pengasuhan yang reponsif.
 
“Dalam program Rumah Anak SIGAP, kami bekerja dengan para pekerja garis depan dan melatih mereka untuk menjadi fasilitator,” kata Eddy.
 
Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kader sebagai fasilitator tentunya akan berdampak positif bagi peningkatan layanan yang mereka berikan pada saat kegiatan layanan Posyandu ataupun BKB.

PAUD Terintegrasi

Di Indonesia, layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini terus dijalankan oleh pemerintah. Bila dilihat dari sisi cakupan layanan yang menjangkau jumlah anak di bawah tiga tahun, maka tiga program pemerintah yang paling besar adalah Posyandu, BKB dan KB/TPA.
 
Menurut Eddy, agar program-program tersebut bisa berjalan lebih maksimal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
 
Pertama, program-program layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini perlu dikembangkan menjadi program yang lebih terintegrasi dan terstruktur. Misalnya layanan BKB dapat dilakukan bersamaan dengan layanan Posyandu.
 
Orang tua yang bisa belajar tentang pengasuhan dan anak bisa mendapatkan stimulasi sambil bermain selama menunggu giliran untuk penimbangan. Sebaliknya, anak yang dideteksi mengalami keterlambatan perkembangan dapat dirujuk ke layanan konseling kesehatan dan gizi.
 
Dengan demikian keluarga dengan anak usia dini bisa mendapatkan layanan kesehatan, gizi dan stimulasi di hari yang sama.  BKKBN mengelola perekrutan, pelatihan, distribusi alat dan mainan, pemantauan dan evaluasi, dokumentasi, hingga peningkatan keterampilan para kader BKB. Sementara Kementerian Kesehatan akan terus fokus melakukan hal yang sama untuk aspek kesehatan dan gizi kepada para kader Posyandu.
 
Koordinasi yang baik, termasuk berbagi informasi dan pembelajaran silang, akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak dan kesejahteraan keluarganya.  “Poin kuncinya di sini adalah koordinasi lintas sektor dan bekerjasama untuk kepentingan anak dan keluarganya,” lanjut Eddy.
 
Kedua, memperkuat berbagai sisi yang terlibat dalam implementasi program pengembangan anak usia dini. Dari sisi penyediaan (supply) perlu adanya penguatan peraturan yang cukup dan jelas, alokasi anggaran yang memadai, dan insentif yang sesuai untuk pekerja garis depan.
 
Sementara itu dari sisi permintaan (demand), masyarakat terutama orang tua perlu terus diedukasi guna meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya untuk mendapatkan layanan kesehatan, gizi dan stimulasi terutama di usia 0-3 tahun. Dengan cara ini, diharapkan masyarakat bisa secara rutin menghadiri kegiatan layanan, dan bila perlu menindaklanjuti rujukan, dan meningkatkan praktik pengasuhan di rumah.
 
Ketiga adalah penting adalah koordinasi program yang lebih baik di tingkat nasional dan sub nasional. Menurut Eddy, negara-negara yang memiliki kondisi sosial dan budaya serta kemampuan adopsi teknologi yang beragam, tidak bisa menerapkan “one size fits all” atau satu ukuran cocok untuk semua.
 
Para pemangku kepentingan perlu menyiapkan sejumlah model pelaksanaan layanan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah.  “Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah melibatkan masyarakat sejak awal dan memantau serta mempelajari proses dan dampaknya, sehingga kita dapat terus menyempurnakan model dan mendiseminasikannya,” kata Eddy mengakhiri paparannya.
Baca juga:  PAUD Masehi Memikat Hati Kemendikbudristek, Kepsek: dari Kabupaten Kecil Diundang ke Jakarta
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan