Pembagian urusan itu, menurut Unifah, harus berubah dari pembagian menurut jenjang pendidikan, menjadi pembagian urusan menurut fungsi manajemen. "Perlu dikaji ulang kemungkinan perlu tidaknya sentralisasi tatakelola guru yang paling efisien efektif, untuk menjaga mutu yang berkelanjutan dan memperkuat NKRI," ungkap Unifah, dalam orasi ilmiah yang di sampaikan di sela-sela pengukuhan dirinya sebagai guru besar UNJ, di Gedung Dewi Sartika, UNJ, Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
Pembagian urusan pendidikan berdasarkan UU Pemerintahan Daerah (UUPD) No. 23/2014 – yang mengatur pembagian urusan pemprov dan kabupaten/kota menurut jenjang dan/atau jalur pendidikan menurut Unifah juga perlu dikaji ulang. Pembagian urusan seperti ini cenderung memilah anak bangsa, karena mereka bersekolah pada jenjang pendidikan yang berbeda.
Dampaknya, Pemerintah provinsi cenderung tidak peduli dan seolah tidak merasa bertanggungjawab atas pendidikan dasar di wilayahnya. "Walaupun para siswa pendidikan dasar adalah anak-anak mereka juga," imbuh Unifah.
Baca: PGRI Kritisi Data Kebutuhan Guru Tidak Valid
Sama halnya, pemerintah kabupaten/kota yang merasa tidak memiliki urusan dengan siswa sekolah menengah, walaupun mereka berdomisili di kabupaten/kotanya. Pengalaman di beberapa negara seperti AS, Australia atau Korea Selatan, desentralisasi dilaksanakan dengan asumsi bahwa semua tingkat pemerintahan bertanggungjawab terhadap semua jenjang pendidikan.
Namun menurut Unifah, rekomendasi tentang sentralisasi baru sebatas kajian naskah akademik. Jadi berdasarkan kajian-kajian itu ada hal-hal yang perlu dipikirkan kembali, mengingat kemampuan daerah yang beragam.
Masih dalam kajian akademiknya, persoalan mutu guru ternyata dapat ditarik dari tata kelola, terutama penempatan. "(Sentralisasi) kita utamakan rekruitmen dan penempatan. Itu ada beberapa fungsi dan sertifikasi tetap dari pusat. Pendidikan dan pengelolaan agar tidak tercecer," terangnya.
Ke depan, Unifah berharap UU otonomi daerah direvisi, terutama pada pembagian kewenangan tersebut. Ia kembali menegaskan, pembagian kewenangan yang berjalan di berbagai negara bukan diambil berdasar jenjang, tapi fungsi-fungsi dan layanan manajemennya.
"Kalau gitu (pembagian berdasarkan jenjang) maka provinsi tidak merasa bertanggung jawab terhadap kabupaten/kota. Begitu juga sebaliknya. Jadi ini ada situasi yang tidak nyaman," ujar Unifah.
Baca: PGRI Sodorkan Dua Skenario Atasi Persoalan Honorer K2
Ia berharap para legislator di DPR mau melakukan kajian tentang masukan yang disampaikannya secara akademik tersebut. "Berbahaya kalau berbeda tanggung jawab di setiap jenjang," tegasnya.
Ia lebih menyarankan, agar seluruh pemangku kepentingan mau duduk bersama membicarakan kewenangan mana saya yang bisa diserahkan pada provinsi dan kabupaten/kota akan tetapi mereka memiliki (jenjang sekolah) bersama.
"Karena itu sentralisasi itu pada guru, tapi pendidikan tetap milik daerah, desentralisasi pendidikan di daerah. Tetapi desentralisasi pendidikan hendaknya jangan dibagi kewenangannya selesai di kabupaten kota terhadap jenjang," tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia menyampaikan perlu adanya transformasi dalam sistem manajemen pendidikan. Khususnya tata kelola guru secara nasional dengan sebanyak mungkin mewujudkan sistem merit dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pengelolaan, dan program pembangunan pendidikan nasional yang bermutu dan relevan pada tantangan zaman yang berubah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News