“Penerapan ini bukan karena saya ada persoalan-persoalan yang bersifat personal atau ego pribadi dan sebagainya. Ini adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kami memiliki data yang sangat lengkap, data yang insyaallah secara akademik dapat dipertanggungjawabkan," kata Mu'ti saat memberi sambutan di Halal Bihalal Pengurus Besar PGRI bertema "Merajut Ukhuwah dan Saling Berbagi, Wujudkan Guru Tangguh Menuju Indonesia Emas," di Gedung Guru Jakarta, Selasa, 15 April 2025.
Mu'ti juga menegaskan, diterapkannya kembali Penjurusan SMA dilakukan untuk mendukung proram Presiden Prabowo Subianto yang ingin menguatkan STEM dan sains teknologi sebagai bagian dari upaya membangun generasi emas Indonesia 2045. Ia juga menola jika langkah ini dianggap sebagai sebuah kemunduran.
"Ini bukan kebujakan kembali ke society 2.0," tandas Mu'ti.
Mu'ti justru menjelaskan, kebijakan penjurusan pada jenjang SMA juga diterapkan di sejumlah negara maju seperti Jerman, Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan. “Ini bukan kebijakan kembali ke society 2.0 karena kalau kita membaca banyak negara yang menerapkan jurusan ini, antara lain tempat Prof. Wardiman pernah belajar yaitu Jerman masih ada penjurusan, Jepang ada penjurusan, China ada penjurusan, Korea Selatan ada jurusan dan itu negara-negara yang pendidikannya adalah negara yang maju, bukan negara yang tertinggal," beber Mu'ti.
Untuk itu, ia juga berharap rencana kebijakan ini nantinya mendapat dukungan dari para pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Salah satunya adalah para guru yang tergabung di PGRI. "Karena itu maka terima kasih PGRI atas dukungannya dan saya yakin kalau guru-guru mendukung insyaallah program ini akan berjalan dengan sebaik-baiknya," ucap Mu'ti.
Baca juga: PGRI Desak Pemerintah Pertahankan Tunjangan Profesi Guru Dalam RUU Sisdiknas |
Sebelumnya, Kemendikdasmen berencana memberlakuan kembali sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mulai Tahun Ajaran 2025/2026. Dalam sistem ini, siswa akan kembali dihadapkan pada pilihan jurusan IPA, IPS, atau Bahasa, sebagaimana yang pernah berlaku sebelum akhirnya dihapuskan di era Mendikbudristek, Nadiem Makarim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News