Ilustrasi. Foto: MI/Barry Fathahillah
Ilustrasi. Foto: MI/Barry Fathahillah

JPPI: Ada Konflik Kepentingan di Merek Dagang Merdeka Belajar

Ilham Pratama Putra • 17 Juli 2020 20:22
Jakarta: Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengaku terkejut, saat program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), "Merdeka Belajar" didaftarkan sebagai merek dagang atas nama PT. Sekolah Cikal. Pihaknya menilai ada konflik kepentingan antara Kemendikbud dan PT Sekolah Cikal sebagai pemilik merek tersebut.
 
"Kita semua terbelalak, ini jelas Conflict of interest, padahal ini jadi konsep andalan Mas Menteri, akan menjadi kebingungan," kata Ubaid dalam diskusi pendidikan bertema Kebijakan dan Tantangan Pendidikan di Masa Pandemi yang digelar Forum Monitor, Jumat 17 Juli 2020.
 
Terlebih lagi pendiri Sekolah Cikal, Najelaa Shihab, saat ini juga merupakan Dewan Pembina di Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) yang merupakan mitra Kemendikbud.  Ubaid pun mempertanyakan, posisi program Merdeka Belajar saat ini.

Baca juga:  Sekolah Cikal Patenkan 'Merdeka Belajar', Ini Jawaban Najelaa Soal Royalti
 
Apakah program ini murni sebagai gebrakan pendidikan Mendikbud atau hanya barang dagang yang bakal menguntungkan pihak swasta pemilik merek.  "Kita ingin sesuatu yang surprise dari Mas Nadiem, tapi masyarakat malah kecewa," ujarnya.
 
Ubaid menyebut, hingga saat ini pihaknya belum bisa membaca arah pendidikan Indonesia sejak dipimpin Nadiem. Belum ada skenario pendidikan yang jelas, terutama di tangah pandemi virus korona (covid-19).
 
"Misal sekarang kalender pendidikan sudah mulai 13 Juli, tapi kurikulum daruratnya belum dipersiapkan. Pendidikan Kita kualitasnya bisa turun jelas dong. Kondisi normal saja bermasalah apalagi situasi macam ini," ujarnya.
 
Baca juga:  Retno Listyarti Pertanyakan Tujuan Merdeka Belajar Dipatenkan
 
Belum lagi, sempat terjadi kegaduhan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Seolah pemerintah tidak memperhatikan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
 
"Padahal pemerintah wajib menyediakan layanan pendidikan. Kalau sudah seperti ini bagaimana. Anak yang masuk swasta nantinya jangan sampai PHP (Pemberi Harapan Palsu) ditanggung pemerintah dulu," sambung Ubaid.
 
Ubaid berharap, Nadiem mau duduk bersama menyelesaikan masalah pendidikan. Sebab, menurutnya Nadiem kurang mendengarkan masukan dari para stakeholder pendidikan.
 
"Semua pihak dari parlemen, KPAI teriak sudah sangat kencang, tampaknya apakah Menteri tutup mata dan terlinga. Bahkan di medsos sampai dicari-cari. Kita ingin pendidikan berkualitas tapi keberpihakan Mendikbud, Kita belum menemukan," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan