Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo berpendapat, untuk melihat angka putus sekolah harus dikaitkan secara historis. Bila dibandingkan dengan kondisi 20 tahun lalu, ujar Anindito, sebenarnya saat ini terjadi peningkatan angka partisipasi sekolah bahkan mendekati 100 persen.
Pekerjaan rumah yang masih dihadapi, tambah dia, adalah pada jenjang SMA yang hingga saat ini angka partisipasinya baru mencapai 73,15 persen. Pada kesempatan itu, Nino, sapaan akrabnya mengungkapkan, Wajib Belajar 12 tahun sebenarnya masih pada tingkat komitmen, secara undang-undang saat ini yang berlaku adalah Wajib Belajar 9 tahun.
Hal itu terlihat dari realisasi angka partisipasi sekolah di tingkat SMP yang saat ini sudah mencapai 95 persen. Diakui Nino, saat ini masih terjadi kesenjangan dalam mengakses pendidikan di Tanah Air dengan berbagai latar belakang kendala yang dihadapi.
Nino berpendapat, pendidikan itu harus dibuat bermakna dan relevan sehingga ketika seorang anak disekolahkan hasilnya mampu memenuhi harapan keluarga mereka. Program Merdeka Belajar, menurut dia, merupakan bagian upaya pemerintah meningkatkan akses untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
Sekolah harus menjadi tempat yang membuka kesempatan pengembangan profil pelajar Pancasila. Sehingga, tegas Nino, setiap satuan pendidikan harus bertransformasi menjadi lingkungan belajar yang aman, efektif dan menantang.
Penyebab Putus Sekolah
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menilai berdasarkan riset yang dilakukan lembaganya, penyebab putus sekolah tidak semata faktor ekonomi, tetapi juga aspek sosial. Menurut Halili, saat ini berkembang fenomena sosial yang memperlihatkan hanya dengan memanfaatkan teknologi informasi seseorang mampu menjadi kaya, membuat masyarakat menilai pendidikan tidak penting lagi untuk mewujudkan masa depan mereka.Halili berpendapat, saat ini masyarakat membutuhkan dorongan agar lebih dekat dengan pendidikan yang mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik. Wartawan Media Indonesia Bidang Pendidikan, Indrastuti berpendapat faktor sosial dan ekonomi sejak dahulu menjadi faktor pendorong angka putus sekolah, meski sudah ada program Wajib Belajar dan PIP.
Pertanyaan yang harus diajukan kepada pemerintah, tambah dia, apakah biaya yang dikeluarkan oleh orang tua sebanding dengan output yang diharapkan. Bila tujuannya agar peserta didik bisa segera bekerja, ujar Indrastuti, akan lebih baik diarahkan ke sekolah kejuruan.
Tentu saja, tambahnya, setiap daerah menghadapi tantangan yang berbeda-beda dalam mewujudkannya.
Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa, Ahmad Baedhowi AR berpendapat, Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kalau sampai terjadi putus sekolah, ujar Baedhowi, kita harus cek di mana pelanggarannya.
"Apakah struktur anggaran pendidikan kita sehat atau tidak?" tegasnya.
Isu pendidikan, menurut dia, selalu saja dimasukkan dalam diskursus politik. Terminologi sekolah gratis, tegas Baedhowi, tidak tepat.
Seolah, ujarnya, hanya pemerintah yang bertanggung jawab dalam membiayai pendidikan, padahal masyarakat juga ikut berkontribusi mewujudkan sekolah gratis. Wakil Sekjen Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia, Jejen Musfah berpendapat faktor keterbatasan ekonomi merupakan salah satu penyebab putus sekolah.
Sehingga, tegas Jejen, pemerintah harus mewujudkan sekolah gratis di Tanah Air, termasuk sekolah madrasah swasta. Para peserta didik yang tidak mampu dan bersekolah di sekolah swasta, tambah dia, juga harus ditanggung oleh negara.
Selain itu, Jejen juga menilai, pernikahan dini juga menjadi penyebab terjadinya putus sekolah. Menurut Jejen, saat ini terjadi surplus kebijakan di sektor pendidikan, tetapi lemah dalam implementasi karena tidak ada kolaborasi dan kerja sama yang baik antarpemangku kebijakan.
Baca juga: Sempat Turun, BPS: Angka Putus Sekolah Kembali Meningkat pada 2022 |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id