Mereka terdiri atas 4.438 santri Diniyah Formal (DNF) tingkat ulya dan 6.639 santri DNT tingkat wustha. Jumlah ini terbanyak sepanjang dilaksanakannya Imtihan Wathani.
"Imtihan Wathani akan dilaksanakan di 77 satuan pendidikan PDF ulya dan 61 satuan pendidikan PDF wustha," beber Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma'had Aly, Mahrus, dikutip dari laman kemenag.go.id, Rabu, 18 Desember 2024.
Mahrus mengungkapkan bakal ada inovasi baru dalam Imtihan Wathoni 2025. Pihaknya menghadirkan soal-soal dalam aksara pegon (Bahasa Indonesia dengan aksara Arab).
Peneliti aksara Pegon, Diaz Nawaksara, dihadirkan untuk menelaah soal-soal ini. "Sebelumnya, semua soal hanya menggunakan bahasa Arab. Langkah ini merupakan evaluasi dari pelaksanaan sebelumnya sekaligus menunjukkan kekhasan pendidikan pesantren yang mengakomodasi bahasa lokal," ujar Mahrus.
Baca juga: Kemenag Susun Kisi-Kisi Imtihan Wathani Berstandar Nasional |
Alumni pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta itu berharap melalui berbagai inovasi ini pesantren dapat semakin berkontribusi dalam membentuk generasi unggul, baik intelektual maupun spiritual. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag menggelar rapat koordinasi untuk membahas teknis pelaksanaan Imtihan Wathani.
Perwakilan PDF dari berbagai wilayah hadir, antara lain Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sumatra Barat. Praktisi pegon, Diaz Nawaksara, serta tim reviewer soal Imtihan Wathoni berbasis CBT berikut pengembang aplikasi untuk penyelenggaraan Imtihan Wathani Najibullah turut hadir.
Direktur PD Pontren, Basnang Said, mengatakan rakor bertujuan memperkuat standar pendidikan pesantren agar tetap relevan dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan identitas tradisionalnya. Basnang menekankan pentingnya transformasi pendidikan pesantren untuk meningkatkan daya saing di tingkat nasional maupun global.
“Pesantren memiliki potensi besar sebagai pusat pendidikan berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Transformasi ini penting agar kita tetap relevan di tengah perubahan zaman,” ujar Basnang.
Rakor menjadi wahana bagi peserta untuk mendiskusikan sejumlah isu strategis, termasuk digitalisasi pesantren, penguatan kurikulum, serta simulasi pelaksanaan Imtihan Wathani berbasis komputer (CBT) bersama Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (ASPENDIF).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News