Ilustrasi BRIN. DOK BRIN
Ilustrasi BRIN. DOK BRIN

Upaya BRIN Ikut Tekan Penurunan Stunting

Renatha Swasty • 24 Juli 2023 09:30
Jakarta: Persoalan tumbuh kembang anak menjadi perhatian serius bagi pemerintah, khususnya stunting. Pemerintah terus berupaya menekan angka prevalensi stunting hingga 14 persen pada 2024.
 
Berdasarkan hasil survei Kementerian Kesehatan dinyatakan prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022. Stunting atau kerap disebut kegagalan pertumbuhan, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia.
 
Istilah ini merujuk pada kondisi saat seorang anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya. Stunting terjadi pada anak-anak karena kekurangan gizi kronis dan berkepanjangan selama masa pertumbuhan mereka.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi - Organisasi Riset Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ni Ketut Aryastami, mengatakan penurunan prevalensi stunting menjadi bagian dari rencana strategis pemerintah.
 
"Masalah stunting yang tinggi di Indonesia sudah menjadi konsen pemerintah sejak 2010, di mana pemerintah ikut berkomitmen di tingkat Global dalam Scalling up Nutrition Movement," ujar Ni Ketut dalam keterangan tertulis, Senin, 24 Juli 2023.
 
Ni Ketut meneybut pemerintah telah melibatkan berbagai sektor terkait, tidak hanya pemerintah, tetapi akademisi, dunia usaha, dan masyarakat sebagai upaya mewujudkan target penurunan prevalensi stunting.
 
"Tentu kita tidak boleh skeptis terkait ambisi tersebut, tetapi yang perlu disadari adalah pengetahuan masyarakat termasuk stakeholders terkait masalah stunting secara mendasar, yang tidak hanya sebagai capaian indikator program semata," ujar Ni Ketut.
 
Ni Ketut menjelaskan penyebab stunting adalah multifactorial. Tidak saja karena asupan gizi tidak optimal dan penyakit penyerta, tetapi lebih jauh masalah kemiskinan, kesehatan lingkungan, termasuk ketersediaan air bersih.
 
Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan - Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Noer Laily, menyebut kekurangan zat gizi, seperti zink, zat besi, iodium, kalsium, dan asam folat pada anak balita dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, gangguan intelektual, peningkatan morbiditas, dan mortalitas. Hal ini disebabkan oleh asupan makanan yang tidak mencukupi, yaitu kurangnya asupan makanan yang berasal dari pangan hewani dan rendahnya bioavailabilitas mineral.
 
"Kekurangan mikronutrien dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bervariasi dan kaya mikronutrien serta meningkatkan bioavailabilitas mikronutrien melalui pengolahan pangan yang tepat," ujar Laily.
 
Laily menjelaskan banyak penelitian telah dilakukan sebagai strategi dan upaya pencegahan kekurangan mikronutrien jangka panjang dan berkelanjutan. Hal itu melalui modifikasi pangan lokal sebagai upaya meningkatkan bioavailabilitas mikronutrien dan menformulasikannya menjadi produk pangan.
 
Berbagai hasil penelitian menunjukkan teknologi fermentasi, perkecambahan, proses pengolahan menggunakan enzim dapat meningkatkan bioavailabilitas zat gizi. "Formulasi produk pangan menggunakan pangan asal hewan dapat meningkatkan ketersediaan vitamin A, besi, seng dan vitamin B2, B12 serta B6," tutur dia.
 
Laily memaparkan pengolahan produk pangan melalui teknik fortifikasi pangan ke pangan lain (makanan pokok) merupakan salah satu solusi menambah atau meningkatkan zat gizi tertentu pada makanan pokok. Misalnya, pengolahan jagung yang difortifikasi dengan bayam, kentang dengan kacang tunggak, sorgum dengan kacang-kacangan terbukti dapat meningkatkan kandungan magnesium, fosfor, seng, potasium, besi, peningkatan serat dan protein.
 
Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Kependudukan - Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora Oktriyanto mengatakan hal yang tidak kalah penting dalam menyelesaikan persoalan stuntig adalah masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Masa ini merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia.
 
"Periode 1.000 HPK, yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi setelah dilahirkan, merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi," ujar Oktriyanto.
 
Dia menjelaskan dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasan. Oktriyanto menyebut hal ini terlihat pada usia dewasa dari ukuran fisik tidak optimal serta kualitas kerja tidak kompetitif berakibat pada rendahnya produktivitas.
 
Hal ini dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan daya saing bangsa di masa depan. Dia menyebut
kecukupan gizi di 1.000 HPK atau sejak anak dalam masa kandungan (9 bulan) sampai ia berusia 2 tahun sering disebut juga dengan istilah periode emas (golden age).
 
"Ini berarti sejak sebelum hamil, calon ibu wajib memenuhi kebutuhan gizi untuk janin yang akan dikandungnya," tegas Oktriyanto.
 
Sekretaris Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nur Tri Aries Suestiningtya mengatakan BRIN memberikan perhatian penuh terhadap kualitas generasi muda. Hal ini sejalan dengan ditetapkannya BRIN sebagai koordinator bidang riset dan inovasi pada gugus tugas manajemen talenta nasional.
 
"Melalui program-program riset untuk talenta muda kami berharap agar anak Indonesia mampu bersaing di bidang iptek. Dan kami juga berupaya agar riset dan teknologi dapat dioptimalkan untuk mengawal pertumbuhan anak menyongsong generasi emas tahun 2045," ujar Nur Tri Aries.
 
BRIN melalui momentum peringatan Hari Anak Nasional mengajak semua pihak bersama-sama merayakan kecerdasan, kreativitas, dan potensi tak terbatas yang dimiliki oleh anak-anak kita. Hari Anak Nasional menjadi hal penting untuk mengingatkan tentang peran penting anak-anak dalam pembangunan bangsa.
 
"Selain itu, kami juga merasa perlu untuk mempromosikan riset dan inovasi sebagai sarana dalam mendorong anak-anak kita mencapai potensi terbaik mereka," ujar Nur Tri Aries.
 
Baca juga: Peneliti BRIN Jelaskan Teknologi Haploid untuk Tingkatkan Daya Saing Cabai Nasional

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan