Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti. Foto: Medcom/Muhammad Syahrul Ramadhan.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti. Foto: Medcom/Muhammad Syahrul Ramadhan.

KPAI: Banyak Siswa Stres Hingga Putus Sekolah karena Belajar Daring

Antara • 23 Juli 2020 14:34
Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan banyak siswa mengalami tekanan secara psikologis hingga putus sekolah karena berbagai masalah yang muncul selama mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) daring di masa pandemi virus korona (covid-19). Mayoritas dari mereka tidak bisa mengakses pembelajaran daring.
 
"Banyak anak tidak bisa mengakses PJJ secara daring, sehingga banyak dari mereka yang tidak naik kelas sampai putus sekolah," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti di Jakarta, Kamis, 23 Juli 2020.
 
Ia mengatakan, KPAI menerima sejumlah pengaduan yang menunjukkan bahwa guru dan sekolah tetap mengejar ketercapaian kurikulum. Padahal, kata dia, Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 menyebutkan, selama PJJ, guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum karena keterbatasan waktu, sarana, media pembelajaran dan lingkungan yang dapat menjadi kendala selama proses pembelajaran.

Retno mengatakan, faktanya justru banyak guru tetap mengejar ketuntasan kurikulum dengan cara memberikan tugas terus-menerus pada siswa selama PJJ. Retno menduga, akibat keegoisan sekolah untuk menuntaskan pencapaian kurikulum itu, banyak siswa merasa terbebani hingga mengalami tekanan secara psikologi, tidak naik kelas, bahkan sampai putus sekolah. 
 
"Padahal, siswa kelelahan dan tertekan merupakan bentuk kekerasan juga," kata Retno.
 
Ia mencontohkan, adanya kasus anak yang dirawat di rumah sakit karena beratnya penugasan selama PJJ. Kemudian, ada juga siswa tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti PJJ atau mengikuti ujian secara daring. 
 
"Yang paling parah adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang nyaris tidak terlayani oleh pendidikan," katanya.
 
Ia mengatakan seorang siswa di salah satu SMA Negeri DKI Jakarta mengalami kelelahan dan stres saat mengerjakan tugas-tugas sekolah. Terutama, pada tugas mata pelajaran kimia.
 
Menurut Retno, siswa tersebut sudah berusaha menyelesaikan tugas-tugas berat dengan waktu pengerjaan yang pendek. Tetapi, karena kelelahan, siswa tersebut jatuh sakit hingga harus dilarikan ke IGD salah satu rumah sakit.
 
Retno menambahkan, ada juga siswa SMA Negeri di Nganjuk, Jawa Timur, berinisial RVR yang dilaporkan tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti ujian Penilaian Akhir Tahun (PAT) secara daring. Padahal, siswa tersebut tidak bisa ikut ujian karena komputer jinjing miliknya rusak. Nilai akhir siswa tersebut di dalam rapor tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Adapun lima mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, Seni Budaya, Sejarah Indonesia, dan Informatika.
 
"Ada faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota, masalah sinyal dan hambatan teknis lainnya. Mestinya sekolah bersikap bijak dan tidak bertindak semaunya," kata Retno.
 
Baca: Hati-hati, Belajar Daring Bisa Jadi Pintu Kecanduan Gawai
 
KPAI juga menerima laporan salah satu SMKN di Jawa Timur tidak menaikkan siswa karena tidak menyerahkan tugas-tugas selama PJJ daring. Di sisi lain, orang tua siswa yang bersangkutan berkukuh bahwa anaknya sudah menyerahkan tugas meskipun waktu penyerahannya sudah mendekati tenggat. 
 
Orang tua tersebut mengatakan selama pandemi, tidak ada interaksi antara guru dengan siswa. Para siswa hanya diberi penugasan. Orang tua siswa tersebut kemudian dipanggil oleh sekolah. Kemudian, sekolah itu mengatakan akan memberi kelonggaran jika bersedia dimasukkan sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), karena anak tersebut memiliki IQ 89 dan kesulitan dalam menulis, padahal mayoritas penugasan selama PJJ adalah menulis.
 
Namun, orang tuanya mengaku bahwa anaknya memiliki kemampuan verbal dan psikomotor yang baik. Anak tersebut kemudian menjadi tertekan secara psikologis karena dirinya dianggap sebagai anak berkebutuhan khusus. Akhirnya, orang tua siswa tersebut lebih memilih anaknya mengundurkan diri dari sekolah tersebut.
 
"Jika kehadiran yang dipakai sebagai ukuran dalam PJJ secara daring sebagai nilai sikap, lalu bagaimana dengan yang tidak punya alat dan kuota internet sehingga tidak bisa mengikuti PJJ secara daring," papar Retno.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan