Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi (kiri) dan Mendikbud, Nadiem Makarim (kanan). Foto: Medcom.id/Muhammad Syahrul Ramadhan
Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi (kiri) dan Mendikbud, Nadiem Makarim (kanan). Foto: Medcom.id/Muhammad Syahrul Ramadhan

Program Organisasi Penggerak

NU, Muhammadiyah Kini PGRI Ikut Mundur dari Organisasi Penggerak

Citra Larasati • 24 Juli 2020 10:15
Jakarta:  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memutuskan tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).  Ada lima pertimbangan yang disampaikan, salah satunya menyangsikan efektivitas program dan menilai proses seleksi POP tidak jelas.  
 
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan, keputusan untuk tidak bergabung dengan POP Kemendikbud diambil berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Pengurus PGRI Provinsi seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi, Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI, Kamis, 23 Juli 2020.
 
"Dalam perjalanan waktu, dengan mempertimbangkan beberapa hal, serta menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus daerah, akhirnya PGRI memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," tegas Unifah, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat, 24 Juli 2020.

Baca juga:  Susul Muhammadiyah, NU Mundur dari Organisasi Penggerak
 
Unifah menjelaskan, bahwa POP Kemendikbud sejatinya disambut baik oleh PGRI sejak pertama kali diluncurkan tahun ini. Program ini juga dinilai baik, karena bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penguatan guru dan kepala sekolah. 
 
"Program ini disambut baik oleh PGRI dan kami sangat bersungguh-sungguh mengajukan proposal untuk mengikuti serangkaian seleksi yang sangat ketat," ungkap Unifah.
 
PGRI, kata Unifah, dengan sungguh-sungguh menyampaikan berbagai  dokumen dan rekam jejak dalam memajukan pendidikan. Utamanya melalui program peningkatan kompetensi guru dan tenaga pendidikan. 
 
Baca juga:  Cak Imin Ingatkan Nadiem, Jangan Lupakan NU dan Muhammadiyah
 
Namun dalam perjalanan waktu, kata Unifah, PGRI mempertimbangkan beberapa hal, juga menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah sebelum akhirnya memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud.  "Demikian pernyataan sikap PGRI, dan dengan pertimbangan tersebut kami mengharapkan kiranya POP untuk tahun ini ditunda dulu," tutup Unifah.
 
Berikut lima pertimbangan mundurnya PGRI dari POP Kemendikbud:  
 
1. Pandemi covid-19 datang meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan, termasuk dunia pendidikan dan berimbas pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua. Sejalan dengan arahan Bapak Presiden RI bahwa semua pihak harus memiliki sense of crisis, maka kami memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3 T (terdepan, terluar, dan tertinggal) demi menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di era pandemi ini.  
 
2. PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.
 
Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa POP tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.  PGRI juga menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari.  
 
Baca juga:  Komisi X: Pengunduran Diri NU dan Muhammadiyah Jangan Dianggap Remeh
 
3. Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak juga tidak jelas. PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development).  
 
4. PGRI sebagai mitra strategis Pemerintah dan pemerintah daerah berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan Pendidikan Nasional. Saat ini PGRI melalui PGRI Smart Learning and Character Center (PGSLCC) dari pusat hingga daerah berkonsentrasi melakukan berbagai program peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas yang dilakukan secara masif dan terus menerus, khususnya dalam mempersiapkan dan melaksanakan PJJ yang berkualitas.   
 
5. PGRI mengharapkan Kemendikbud memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekrutmen selama 10 tahun terakhir.  Selain itu memprioritaskan penuntasan penerbitan SK Guru Honorer yang telah lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sejak awal 2019.
 
Kemudian membuka rekrutmen guru baru dengan memberikan kesempatan kepada honorer yang memenuhi syarat dan perhatian terhadap kesejahteraan honorer yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era pandemi ini.  
 
Untuk diketahui, Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
 
Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat yang mempunyai kapasitas meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan. Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp595 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
 
Organisasi yang terpilih dibagi ke dalam tiga kategori, yakni Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun/program, Macan Rp5 miliar per tahun/program, dan Kijang Rp1 miliar per tahun/program.
 
Namun dalam perjalanannya, LP Ma’rif NU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah memilih mundur dari Program Organisasi Penggerak, yang kini disusul juga oleh PGRI.  Senada dengan PGRI, pengunduran diri kedua ormas besar keagamaan itu salah satunya karena menilai seleksi yang dilakukan POP Kemendikbud tidak jelas dan tidak transparan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan