Ulan memotong rambut siswa karena dianggap panjang dan tidak terawat. Dia memotong sedikit rambut siswa itu di bagian depan.
“Atas peristiwa yang dialami oleh guru Ulan Hadji dari Gorontalo, FSGI mengecam tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh orang tua siswa. Padahal, jika keberatan maka orang tua siswa bisa melapor ke Kepala Sekolah agar dapat difasilitasi dialog dengan guru Ulan," ujar Heru dalam keterangan tertulis, Sabtu, 21 Januari 2023.
Heru menegaskan guru memiliki kewenangan memberikan sanksi. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen. Aturan menyebut Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
“Selain itu, guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan terhadap siswanya, tetapi juga memberikan punishment atau sanksi kepada anak didiknya,” ujar Heru.
Dia mengatakan guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis, maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 39 ayat (1).
Namun, Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengingatkan sanksi yang diberikan kepada peserta didik harus bersifat mendidik dan tidak diperkenankan dengan kekerasan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 39 ayat (2).
Aturan menyebut Sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
“Ketika seorang guru menegakan aturan terhadap anak didiknya, tanpa melakukan kekerasan, dalam hal ini hanya memotong sedikit rambut bagian depan agar sebagai penanda siswa tersebut rambutnya melampaui ketentuan yang dibolehkan dalam tatib sekolah, maka si guru wajib diberikan perlindungan dan rasa aman,” tegas Retno.
Retno menyebut stakeholder pendidikan, mulai dari organisasi guru sampai pemerintah, wajib melindungi guru yang menjalankan atau menegakan aturan dalam lingkungan tanggung jawab di sekolah. Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas sebagai bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Dia menuturkan rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru melalui perlindungan hukum, profesi, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 41 menyatakan Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
“Faktanya, seringkali guru yang mendapatkan ancaman atau intimidasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya di kelas tidak tahu harus mencari perlindungan ke mana, padahal Undang-Undang Guru dan Dosen sudah menyebutkan dengan tegas dan jelas. Perlindungan keselamatan ini berlaku ketika guru menjadi korban," papar Retno.
FSGI mengusulkan ketika guru ingin mendisiplinkan potongan rambut anak, sebaiknya tidak menggunting sembarangan. Sehingga, sulit dirapikan dan membuat anak didik merasa dipermalukan.
Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis terhadap anak karena merasa direndahkan dan dipermalukan meski tidak melakukan kekerasan fisik.
"FSGI mengusulkan sekolah yang siswanya kurang disiplin mengenai ketentuan aturan tentang rambut, sebaiknya bekerja sama dengan tukang cukur terdekat dari sekolah untuk hadir membawa peralatan cukur ke sekolah setiap bulan saat razia rambut," ujar Heru.
Dia mengatakan rambut yang tak sesuai ketentuan langsung dicukur dan dirapikan ahlinya. Adapun biayanya dapat dibebankan pada orang tua yang anaknya kena razia.
"Tentu hal ini harus dirapatkan dengan orang tua dan dibuatkan surat edaran resmi,” ujar Heru.
Baca juga: FSGI Dukung Larangan Siswa Bawa Lato-Lato ke Sekolah |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News