"Kita biasanya komunikasinya akan pertama dengan KJRI. KJRI untuk mengkomunikasikan seperti apa," ujar Direktur Bina Talenta Saintek, Kemendiktisaintek, Adi Nuryanto, di Gedung D Kemendiktisaintek, Selasa 27 Mei 2025.
Pihaknya. kata dia, tak bisa terjun langsung ke Amerika untuk memperjelas duduk perkara pelarangan mahasiswa asing kuliah di Harvard. Karena itu, pemerintah akan berkoordinasi dengan perwakilan pemerintah yang ada di Amerika Serikat.
"Jadi selalu ada wakil pemerintah kita itu berkomunikasi dengan kita, terus kemudian mereka mengajak pertemuan untuk seperti apa menyelesaikan itu," sebut dia.
Saat ini memang belum ada komunikasi yang dibangun dengan KJRI di Amerika Serikat. Pihaknnya pun baru mendapatkan informasi dari media.
"Tapi nanti akan kita tunggu dari KJRI untuk kemudian memproses dan kemudian melakukan pertemuan. Selalu prosesnya seperti itu," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing. Keputusan ini diambil menyusul universitas yang menolak tunduk pada kebijakan pemerintah.
“Harvard tidak bisa lagi menerima mahasiswa asing dan mahasiswa asing yang sudah ada harus pindah atau kehilangan status hukum mereka,” kata Departemen Keamanan Dalam Negeri AS dalam sebuah pernyataan dikutip dari laman CNN, Jumat, 23 Mei 2025.
Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, Kristi Noem memerintahkan departemennya mengakhiri Harvard’s Student and Exchange Visitor Program (SEVP). Ini menyusul penolakan universitas menyerahkan catatan perilaku mahasiswa asing yang diminta oleh DHS bulan lalu.
Keputusan tersebut dapat berdampak pada lebih dari seperempat mahasiswa internasional di Harvard. Mereka dibuat cemas dan kebingungan oleh pengumuman tersebut.
Para profesor memperingatkan eksodus besar-besaran mahasiswa asing akan mengancam kehebatan akademis institusi ini. Bahkan, ketika mereka berjuang melawan pemerintah untuk mempertahankan otonomi ideologisnya.
Gedung Putih mengatakan “mendaftarkan mahasiswa asing adalah hak istimewa, bukan hak” dan menuduh pimpinan Harvard mengubah “institusi yang dulunya hebat menjadi tempat tidur panas bagi para penghasut anti-Amerika, anti-Semit, dan pro-teroris.
“Mereka telah berulang kali gagal mengambil tindakan untuk mengatasi masalah-masalah yang meluas yang berdampak negatif pada mahasiswa Amerika dan sekarang mereka harus menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka,” ujar juru bicara Gedung Putih Abigail Jackson dalam sebuah pernyataan kepada CNN.
Baca juga: Trump Larang Harvard University Terima Mahasiswa Asing, Ini Respons Mendiktisaintek |
Pejabat Harvard dan Trump terlibat konflik selama berbulan-bulan karena pemerintah menuntut universitas membuat perubahan pada program, kebijakan, perekrutan, dan penerimaan mahasiswa baru. Hal itu disebut untuk membasmi antisemitisme di dalam kampus dan menghapus apa yang disebutnya sebagai “praktik-praktik ‘keragaman, kesetaraan, dan inklusi’ yang bersifat rasis.”
Pihak administrasi telah memberhentikan mahasiswa asing dan staf yang diyakini berpartisipasi dalam protes kampus yang kontroversial terkait perang Israel-Hamas. Namun, pimpinan universitas berpendapat banyak dari permintaan tersebut, termasuk “audit” terhadap “sudut pandang” mahasiswa dan stafnya, jauh melampaui peran pemerintah federal dan dapat melanggar hak-hak konstitusional Harvard.
Harvard adalah salah satu dari puluhan universitas di Amerika Serikat yang menghadapi tuntutan serupa dari pemerintahan Trump. Namun, Harvard tetap gigih menolak atas independensi akademiknya.
Universitas menilai pencabutan SEVP “melanggar hukum,” dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “berkomitmen penuh untuk mempertahankan kemampuan Harvard untuk menjadi tuan rumah bagi para mahasiswa dan cendekiawan internasional, yang berasal dari lebih dari 140 negara dan memperkaya Universitas - dan negara ini - dengan cara yang tidak terukur.”
"Kami bekerja dengan cepat untuk memberikan panduan dan dukungan kepada anggota komunitas kami. Tindakan pembalasan ini mengancam bahaya serius bagi komunitas Harvard dan negara kita, serta merusak misi akademis dan penelitian Harvard,” ujar juru bicara universitas, Jason Newton.Asosiasi Profesor Universitas Amerika di Harvard mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “mengutuk dengan sekeras-kerasnya serangan inkonstitusional pemerintahan Trump terhadap para mahasiswa internasional.”
Asosiasi Profesor Universitas Amerika di Harvard mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “mengutuk dengan sekeras-kerasnya serangan inkonstitusional pemerintahan Trump terhadap para mahasiswa internasional.”
Kelompok profesor tersebut mengatakan keputusan tersebut “memperluas serangan terorisme pemerintahan Trump terhadap mahasiswa internasional dan cendekiawan di Amerika Serikat.”“Mahasiswa internasional adalah anggota penting dari komunitas Harvard,” lanjut pernyataan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News