Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memiliki prakarsa mengubah Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kedua UU tersebut ditambah UU tentang Pendidikan Tinggi yang akan dilebur dalam UU RI tentang Ciptakerja atau Omnibus Law.
"Situasi darurat yang dimaksud bisa saja karena bencana alam maupun bencana nonalam seperti pandemi covid-19 yang sudah berlangsung selama dua tahun," kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu, 20 Februari 2022.
Bencana nonalam pun berulang kali dialami beberapa wilayah di Indonesia, misalnya ketika terjadi gempa bumi, gunung meletus, bencana asap akibat kebakaran hutan, bencana banjir bandang, tsunami, dan lain-lain yang bisa mengakibatkan peserta didik tidak bisa bersekolah tatap muka. Wilayah Indonesia rentan mengalami gempa bumi karena wilayah Indonesia berada di atas lempeng dunia yang terus bergerak dan mengalami pengulangan.
Bencana gempa bumi yang pernah melanda Lombok (NTB) dan Palu (Sulawesi Tengah) misalnya, berdampak runtuhnya gedung-gedung sekolah, Untuk memperbaiki atau membangunnya kembali butuh waktu yang tidak sedikit, bisa berbulan-bulan lamanya.
"Nah, di sinilah pemerintah Indonesia seharusnya sudah siap menggunakan “Penyelenggaraan Pendidikan dalam situasi darurat,” ujar Heru.
Heru menambahkan, ketiadaan ketentuan tentang “Penyelenggaraan Pendidikan di Masa Darurat” berdampak pada “kegagapan” semua pihak saat terjadi bencana di Indonesia. Sehingga setiap ada bencana di suatu daerah, sulit bagi sekolah dan Dinas Pendidikan menanggulangi dampak terhadap sektor pendidikan," tegasnya.
Adapun ketentuan substansi yang perlu ada dalam perubahan UU Sisdiknas, khususnya pasal tentang “Penyelenggaraan Pendidikan Dalam Situasi Darurat” di antaranya adalah sebagai berikut:
- Dalam hal standar isi, pemerintah wajib menyiapkan dua jenis kurikulum nasional, yaitu kurikulum dalam kondisi normal dan kurikulum dalam kondisi darurat
- Dalam hal tenaga pendidik, pemerintah wajib menyiapkan para pendidik untuk mampu melakukan proses pembelajaran dalam situasi normal maupun situasi darurat
- Dalam hal standar penilaian, pemerintah harus menyiapkan standar penilaian untuk situasi normal maupun situasi darurat, sehingga pendidik dan peserta didik tidak dibebani target pencapaian di saat kondisi darurat.
“Karena tidak mungkin melaksanakan pembelajaran secara normal di wilayah yang sedang mengalami bencana alam/non alam," ujar Wasekjen FSGI, Mansur yang juga guru di Lombok dan pernah merasakan pendidikan darurat pasca gempa bumi di 2018 lalu.
?
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News