Ilustrasi sekolah. DOK Medcom
Ilustrasi sekolah. DOK Medcom

Hardiknas 2025

JPPI Kirim Surat Terbuka untuk Presiden, Desak Selamatkan Pendidikan Indonesia

Renatha Swasty • 02 Mei 2025 14:09
Jakarta: Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyebut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 bukan momen untuk berpesta atau bersolek dengan upacara seremonial. Hari ini adalah momen berkabung nasional bagi dunia pendidikan.
 
"Karena, sektor pendidikan saat ini merupakan salah satu sektor dengan tingkat integritas yang sangat rendah. (Survei Penilaian Integritas Pendidikan, KPK 2024)," kata Ubaid dalam Surat Terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Jumat, 2 Mei 2025.  
 
Dia mengatakan ini merupakan peringatan keras, bila integritas pendidikan runtuh, anak-anak bangsa tidak akan tumbuh menjadi pemimpin jujur dan bertanggung jawab.

"Sekolah dan kampus bisa saja berubah menjadi inkubator koruptor," ujar Ubaid.
 
Dia mempertanyakan larinya anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. Integritas yang buruk tercermin dari sisi pengelolaan dana pendidikan.
 
Ubaid menyebut di balik dana pendidikan 2025 sebesar Rp724 triliun, ternyata kualitas pendidikan Indonesia masih tergolong buruk dan sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. (Data PISA, 2022).
 
Selain itu, masih ditemukan  jutaan anak Indonesia yang tergolong anak tidak sekolah (ATS). Per hari ini, jumlahnya mencapai 3,9 juta anak.(pd.data.kemdikbud 2025).
 
Jutaan anak-anak lainnya tidak bisa lanjut sekolah/kuliah karena ijazahnya ditahan karena belum melunasi sejumlah iuran sekolah. Dia mengatakan sekolah kini berubah menjadi toko penjual ijazah.
 
Belum lagi, jutaan guru yang sangat minim kesejahteraan hidup dalam keprihatinan dan sangat rentan pemecatan. JPPI mencatat terdapat 2,6 juta guru honorer di sekolah negeri dan swasta yang belum mendapatkan dana kesejahteraan yang layak.
 
Bangunan sekolah banyak yang rusak dan tak layak pakai, bahkan jumlah sekolah masih sangat kurang dan tidak sebanding dengan jumlah anak usia sekolah. JPPI mencatat di jenjang SD saja, ditemukan 60,6 persen bangunan sekolah dalam kondisi rusak.
 
Baca juga: Mendikdasmen Tekankan Partisipasi Semesta untuk Pendidikan Nasional

Padahal, amanah konstitusi (UUD 1945 pasal 31 dan UU Sisdiknas pasal 34) sangat tegas, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayai kebutuhan pendidikan, termasuk sarana dan prasana layanan pendidikan tersebut.
 
"Namun, berdasarkan kenyataan lapangan yang sangat bertolak belakang itu, JPPI telah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (No.3/PUU-XXII/2024). Kami berpendapat bahwa pemerintah diduga belum sepenuhnya menjalankan amanat konstitusi," kata Ubaid.
 
Dia menyebut sidang perkara ini sudah berjalan satu tahun lebih, tapi belum juga ada keputusan. Ubaid juga meminta MK segera mengabulkan permohonan sekolah bebas biaya yang sejalan dengan Amanah UUD 1945 ayat 31.
 
"Bapak Presiden yang terhormat, kami mengamati Bapak sangat sibuk dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kami mencatat, program ini dipaksakan berjalan meski belum siap secara sistemik," kata dia.
 
Ubaid menyebut pelaksanaan MBG di berbagai daerah morat-marit, seperti tanpa panduan memadai, minim koordinasi antarinstansi, banyak kasus keracunan makanan, dan menyisakan bau menyengat penyelewengan dana.
 
"Kami mempertanyakan, mengapa Presiden lebih fokus menggelontorkan anggaran untuk program yang tidak siap secara sistemik dan penuh potensi korupsi, ketimbang menuntaskan amanah konstitusi tentang pendidikan tanpa dipungut biaya?," tanya Ubaid.
 
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, JPPI menyatakan tuntutan kepada Presiden RI:
  1. Prioritaskan sektor pendidikan, serta letakkan penguatan integritas dan karakter sebagai prioritas utama dalam sistem pendidikan nasional
  2. Segera realisasikan sekolah bebas biaya secara nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945 dan UU Sisdiknas, untuk semua anak, baik di sekolah negeri maupun swasta
  3. Hentikan komersialisasi pendidikan, penahanan ijazah, dan tindakan sekolah yang menjadikan biaya sebagai penghalang pendidikan
  4. Fokuskan anggaran pendidikan 20% APBN hanya pada Kementerian yang menangani pendidikan secara langsung (Kemendikdasmen, Kemendiktisaintek, dan Kemenag). Jangan dijadikan bancakan oleh puluhan K/L
  5. Lakukan audit dan evaluasi menyeluruh atas penggunaan dana pendidikan 20% dari APBN, serta berantas korupsi di sektor pendidikan
"Bapak Presiden, ini bukan hanya soal kebijakan. Ini soal masa depan bangsa!," tegas Ubaid.
 
Dia mengatakan bila pendidikan terus diperlakukan seperti komoditas, dana pendidikan terus diperlakukan seperti kue rebutan, sejatinya kita sedang memasang bom waktu kehancuran bangsa dari dalam.
 
"Hari Pendidikan Nasional 2025 bukan panggung gembira. Ini adalah panggung keprihatinan, perenungan, dan peringatan. Jika Presiden tidak segera memperbaiki arah pendidikan nasional, maka sejarah akan mencatat bahwa masa depan Indonesia dikorbankan demi kepentingan politik jangka pendek," kata dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan