Ilustrasi daging sapi. Medcom.id/Zaenal Arifin
Ilustrasi daging sapi. Medcom.id/Zaenal Arifin

Pakar Kedokteran Hewan Unair Beri Solusi Cegah Kenaikan Harga Daging Sapi

Renatha Swasty • 22 Maret 2022 15:13
Jakarta: Beberapa waktu terakhir harga daging sapi melonjak. Lonjakan dipicu faktor kebijakan Australia yang mengurangi ekspor sapi bakalan (sapi hidup) ke Indonesia karena masih dalam pemulihan populasi. Sementara itu, sapi di Indonesia sedang terserang wabah Lumpy Skin Disease (LSD).
 
Pakar Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) Budi Utomo menyebut kasus ini mesti mendorong pemerintah mencapai swasembada daging. Guru Besar FKH Unair itu meminta pemerintah mengeluarkan regulasi terkait sapi lokal.  
 
"Sementara itu, pihak akademisi dan Balai Penelitian Pengembangan (Balitbang) bisa mengembangkan sapi lokal unggul. Kemudian, diperkuat oleh pihak swasta terkait pemberdayaan korporasi peternakan sapi lokal di  daerah-daerahm," kata Budi dikutip dari laman unair.ac.id, Selasa, 22 Maret 2022.  

Dia yakin pemenuhan daging sapi lokal Indonesia dapat tercapai bila ketiga pihak tersebut berkolaborasi dengan baik. Sehingga, Indonesia tidak perlu lagi ketergantungan.
 
“Sehingga tidak ada lagi ketergantungan impor sapi bakalan maupun daging luar negeri," tutur dia.

Penyebab lonjakan harga daging sapi

Budi menjelaskan kenaikan harga daging sapi dipicu kebijakan Australia. Serta, sapi di Indonesia sedang terserang wabah LSD.
 
“Penyakit itu ditemukan di Provinsi Riau, yang sebelumnya terjadi di negara Asia termasuk Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja," kata Budi.
 
Budi memaparkan tanda klinis LSD bermacam-macam. Antara lain lesi kulit, demam, pengurangan nafsu makan, hingga kematian pada sapi.
 
Penularan LSD melalui vektor serangga, seperti nyamuk dan kutu. Sehingga, sangat rentan menyerang ternak lain.
 
“Jangan sampai vektor penyakit ini terikut oleh kendaraan pengangkut ternak. Utamanya kapal ternak yang dipakai buat mengangkut ternak dari dan ke Australia,” tutur dia.
 
Selain itu, ketidakcukupan daging sapi juga karena kurangnya pengetahuan peternak dan inseminator. Pasalnya ketersediaan indukan sapi masih banyak.
 
Namun, inseminasi buatan atau kawin suntik juga harus digencarkan untuk memperbanyak anakan. Budi menyebut komitmen pemerintah mendongkrak populasi sapi di Indonesia melalui Program Upaya Khusus Sapi Induk Wajib bunting (UPSUS SIWAB).
 
Namun, Budi menilai program itu belum berjalan lancar. Dia melihat masih banyak yang mengalami gangguan reproduksi.
 
Budi menyebut gangguan reproduksi yang kerap terjadi yaitu hipofungsi ovarium. Yakni suatu kejadian ovarium mengalami penurunan fungsi sehingga tidak dapat terjadi ovulasi.
 
“Hipofungsi menyebabkan tidak terjadinya ovulasi sehingga berahi tidak terjadi dan ujungnya ternak tidak dapat menghasilkan pedet (anakan sapi)," jelas dia.
 
Budi mendorong upaya peningkatan kewaspadaan. Seperti memperketat biosecurity, yakni tindakan pertahanan pertama, pencegahan, dan pengendalian masuknya wabah agar aman.
 
“Terutama bagi negara-negara yang terdeteksi penyakit lumpy skin maupun negara-negara sekitarnya. Selain itu juga memperketat rantai pasar yang sangat panjang dari peternak hingga konsumen akhir," tutur dia.
 
Baca: Ekonom Unair Ungkap 3 Penyebab Harga Daging Sapi Meningkat
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan