Penjual daging sapi. Medcom/Zaenal
Penjual daging sapi. Medcom/Zaenal

Ekonom Unair Ungkap 3 Penyebab Harga Daging Sapi Meningkat

Renatha Swasty • 15 Maret 2022 14:59
Jakarta: Harga daging sapi masih mengalami kenaikan hingga Maret 2022. Kenaikan harga daging sapi terjadi sejak akhir 2021 dan mengalami kenaikan cukup drastis di awal 2022.
 
Ekonom Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo menyebut kenaikan dipengaruhi kondisi permintaan (supply) daging sapi yang berkurang dan penawaran (demand) meningkat. Dia menuturkan dari segi supply, pasokan sapi di Indonesia selama ini berasal dari sapi impor hidup bakalan.
 
Stok daging sapi dalam negeri sekitar 473.000 ton. Sementara itu, kebutuhan daging sapi 696.000 ton hampir 700.000 ton.

“Sehingga, ada kekurangan pasokan daging sapi domestik sekitar 250.000 ton. Kekurangan tersebut kemudian dipenuhi dari impor,” kata Rossanto dikutip dari laman unair.ac.id, Selasa, 15 Maret 2022.
 
Rosanto membeberkan penyebab harga naik.

Berikut 3 penyebab harga daging sapi meningkat:

1. Kebijakan Australia

Selama ini Indonesia mengimpor sapi hidup bakalan dari Australia. Sejak 2022, pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan mengurangi ekspor sapi hidup bakalan dari 80 persen menjadi 44 persen.
 
“Dengan kebijakan tersebut, Australia akan mengurangi ekspor ke luar negeri, sehingga pasokan kebutuhan daging sapi domestik Indonesia akan berkurang pula,” papar dia.
 
Pasokan daging sapi berkurang karena selama ini Indonesia hanya mengimpor sapi bakalan dari Australia. “Dari segi kebutuhan dalam negeri dan konsumsi daging dalam negeri, juga mengalami kenaikan,” tutur dia.
 
Rosaanto mengatakan kebijakan ekspor tersebut juga menyebabkan harga sapi hidup bakalan dari Australia meningkat. Pada 2020, sekitar AUD2,8 atau Rp39.000 per kg sapi berat hidup. Kemudian pada 2021, ada kenaikan sekitar AUD3,78 atau sekitar Rp52.000 per kg berat sapi hidup.
 
“Kenaikan impor sapi bakalan sekitar 30 persen ini juga akan mendorong kenaikan harga sapi dan menyebabkan biaya produksi ikut meningkat,” jelas dia.

2. Konsumsi meningkat

Konsumsi daging dalam negeri meningkat dari 2,3 kg per kapita menjadi 2,5 kg per kapita. Dalam kondisi supply yang berkurang dan demand yang meningkat, otomatis akan berpengaruh pada harga daging sapi.
 
Selama ini masyarakat Indonesia mengonsumsi daging sapi hidup, bukan frozen meat atau daging beku. "Kebutuhan daging sapi segar di Indonesia sekitar 85 persen, sedangkan 15 persen sisanya adalah frozen meat,” tutur dia.

3. Rantai distribusi panjang

Rosaanto menyebut tambahan biaya terkait rantai distribusi penjualan daging sapi domestik juga memengaruhi harga. “Rantai distribusi daging sapi di Indonesia sangat panjang yang juga membuat harga daging sapi bertambah mahal,” kata dia.
 
Rossanto menjelaskan rantai distribusi mulai dari peternak hingga berakhir di tangan konsumen. Peternak menjual sapi hidup kepada pedagang grosir berskala besar (pengepul). Kemudian, pengepul menyerahkan kepada rumah potong hewan.
 
“Setelah proses pemotongan hewan di RPH, daging sapi didistribusikan kepada pedagang grosir berskala kecil lalu ke konsumen,” tutur dia.
 
Rantai distribusi yang panjang juga membuat rantai ekonomi meningkat. Setiap rantai distribusi mengambil keuntungan. Kelima rantai distribusi tersebut akan mendorong kenaikan harga daging sapi.
 
Baca: Pemerintah Diminta Evaluasi Aturan Impor Daging
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan