Dia mencontohkan pada 21 November 2022, gempa berkekuatan 5,6 M menghantam Cianjur yang diikuti ratusan gempa susulan dengan skala lebih kecil. Beberapa minggu kemudian, gempa berkekuatan 6,4 M kembali menghantam Jawa Barat, tepatnya di wilayah Garut.
Pada awal Desember, Gunung Semeru di Jawa Timur mengalami erupsi dan menyebabkan ribuan penduduk terpaksa mengevakuasi diri.
“Berbagai kasus kerusakan bangunan sekolah di atas memperlihatkan bahwa ada persoalan serius dalam penanganan infrastruktur sekolah, baik dari segi kualitas bangunan hingga respon pemerintah dalam menangani bangunan sekolah rusak,” kata Nadia dalam keterangan tertulis, Senin, 16 Januari 2023.
Dia menuturkan berdasarkan kajian BNPB dan Bank Dunia, sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia berada di lokasi rawan bencana. Nadia menegaskan sudah seharusnya pembangunan infrastruktur sekolah tahan bencana menjadi prioritas di Indonesia.
Nadia menilai belum ada mekanisme pemeliharaan gedung sekolah efektif yang disesuaikan dengan tingkat kerusakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip ketahanan bencana. Dia menyebut dengan pemeliharaan gedung sekolah rutin, biaya rehabilitasi gedung sekolah akan lebih terjangkau dibandingkan dengan pembiayaan rehabilitasi gedung yang rusak berat.
Dia menuturkan rusaknya gedung sekolah berdampak buruk pada proses pembelajaran dan pencapaian akademik siswa dan dapat menghilangkan akses siswa terhadap fasilitas pendukung pembelajaran, seperti laboratorium, ruang kelas, sanitasi memadai, hingga akses perangkat teknolog. Rusaknya gedung sekolah juga mengancam keselamatan warga sekolah.
Selain itu, di tengah-tengah upaya pemerintah dalam proses pemulihan pasca pandemi, kerusakan gedung sekolah dapat mendisrupsi kegiatan belajar mengajar dan penanggulangan learning loss hingga meningkatkan angka putus sekolah.
Nadia menyebut rehabilitasi bangunan sekolah yang merata juga mendesak karena kondisi geografis Indonesia rentan bencana alam. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) juga telah berulang kali mengingatkan terkait potensi bencana, seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor akibat peralihan ke musim penghujan di hampir semua provinsi di Indonesia.
“Mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia, perlu adanya penekanan pada mekanisme pembangunan dan rehabilitasi sekolah yang berorientasi tahan bencana sebagai salah satu upaya mencapai pendidikan yang resilien,” papar Nadia.
Caranya, dengan menambahkan perlunya pendataan yang baik terkait jumlah sekolah rusak dan tingkat keparahannya dapat menjadi langkah awal mekanisme rehabilitasi sekolah yang efektif. Dia menyebut perhatian terhadap pembangunan sekolah, seperti menggunakan material bangunan yang tahan bencana dan dibangun dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan warga sekolah.
Selain itu, untuk mengimbangi kesadaran kebencanaan, perlu perhatian terhadap pemberian materi kebencanaan kepada pelajar di sekolah sesuai dengan konteks lokal masing-masing daerah. Di sisi lain, pemerintah perlu memastikan kegiatan belajar mengajar dapat tetap berjalan di tengah-tengah pemulihan bencana.
Adanya fasilitas pembelajaran jarak jauh seperti ketersediaan layanan internet dan gawai yang memadai hingga penyesuaian kurikulum menjadi sangat penting untuk menyesuaikan kondisi pascabencana. Selain itu, adanya pendidikan kebencanaan juga perlu dipertimbangkan tiap sekolah agar pelajar memiliki pengetahuan dan kewaspadaan memadai dan diharapkan dapat mengurangi jumlah korban akibat bencana alam di Indonesia.
Baca juga: Pemprov DKI Akan Bangun Sekolah hingga Rumah Sakit Tahan Gempa |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News