Program ini tak sama dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Dalam KKN, mahasiswa terjun ke masyarakat untuk membantu masyarakat menghadapi masalah.
"Living Lab diharapkan bukan program seperti KKN yang hanya berjalan enam minggu saja memberikan solusi instan," kata Dosen Sastra Inggris dari Universitas Negeri Malang, Evi Eliyanah, dalam Diskusi Media Membangun Ruang Hidup Sains dan Teknologi untuk Masyarakat di Jakarta, Jumat, 3 Oktober 2025.
Living Lab akan membuat akademisi kampus dan masyarakat lebih terikat. Bahkan, bukan cuma keterlibatan masyarakat, tapi sampai pada keterikatan dengan industri.
"Siapa pun stakeholder itu bisa merancang riset bersama, menyelesaikan masalah, ada produk riset itu digunakan bersama," harap Evi.
Baca juga: Kemendiktisaintek: Bumikan Sains dan Kuantum hingga di ‘Warung Kopi’ |
Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi (Minat Saintek) Kemendiktisaintek sedang merancang program Living Lab. Program ini bakal membuka ruang laboratorium untuk masyarakat.
Kehadiran program ini diharapkan dapat mendobrak sekat antara peneliti dan masyarakat. Sehingga ekspertis bisa langsung bekerja sama dengan masyarakat untuk menyelesaikan masalah riil.
"Jangan lagi kegiatan saintek itu banyak di lab yang dibatasi ruang, dibatasi alat," kata Yudi.
Ia menegaskan perlu ada intervensi lebih kuat terhadap saintek melalui program ini. Sehingga, masyarakat merasa punya laboratorium untuk mengentaskan persoalan di lingkungannya.
Yudi mengatakan apa yang terjadi di masyarakat atau masalah yang dihadapi masyarakat menjadi kunci menghadirkan riset berdampak. Sebab, sebenarnya hasil riset merupakan tuntutan dari masyarakat itu sendiri.
"Sebenarnya masyarakat ada harapan, tuntutan, bahkan di pihak peneliti juga masyarakat itu selalu memberikan porsi (ide) di research center," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id