Pengamat dan praktisi pendidikan Indra Charismiadji. DOK YouTube NasDem
Pengamat dan praktisi pendidikan Indra Charismiadji. DOK YouTube NasDem

Pendidikan Bisa Jadi Jalan Mengatasi Ketimpangan Gender

Renatha Swasty • 05 Juli 2024 14:46
Jakarta: Pengamat dan praktisi pendidikan Indra Charismiadji mengatakan pendidikan bisa menjadi jalan mengatasi ketimpangan gender. Seseorang yang teredukasi akan memandang siapa pun sama.
 
Indra mengutip pernyataan Helen Keller, seorang perempuan buta dan tuli yang menyatakan Hasil dari Pendidikan adalah Toleransi. Helen merupakan perempuan disabiltas pertama yang mempunyai gelar Sarjana.
 
"Jadi kalau orang teredukasi dengan baik dia akan memandang siapa pun sama, sama harkat, sama martabatnya mau dari gender, wana kulit, ras apa pun. Tapi kalau kuaitas pendidikannya buruk, ya akan terjadi intoleransi," kata Indra dalam Simposium Perempuan Pra-Kongres III DPP Partai Nasdem 'Terobosan Mengatasi Ketimpangan Gender di Bidang Pendidikan di Indonesia', Jumat, 5 Juli 2024.

Indra mengatakan menilik dari sejumlah hasil survei, pendidikan Indonesia belum baik. Data PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan rata-rata skor Indonesia, baik kemampuan membaca, matematika dan sains, ada di bawah rata-rata dunia.
 
Kajian dari Bank Dunia yang membandingkan kemampuan membaca juga tidak kalah baik. Bahkan level membaca anak-anak Indonesia di bawah Vietnam dan negara-negara
OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).
 
"Persentase terbesar kita di level 1, di level paling rendah. Sedangkan di negara lain presentase terbesar di level 3. Vietnam level 3; 35,2 persen; OECD 27,9 persen tapi di level 3. Jadi, di negara lain itu kurvanya normal yang paling banyak adalah tengah-tengah enggak pintar banget enggak kurang banget. Nah, Indonesia yang paling tinggi yang rendah, jadi kurvanya miring," papar dia.
 
Indra mengatakan lebih menyedihkan Bank Dunia menempatkan level membaca bangsa Indonesia, functionally illiterate atau buta huruf secara fungsi. Maksudnya, anak-anak Indonesia bisa membaca tetapi tidak paham dengan yang dibaca.
 
Family Survey juga menunjukkan kemampuan numerasi anak SMP kelas 7 pada 2014 setingkat dengan anak SD Tahun 2000. Indonesia juga ditempatkan sebagai bangsa yang paling tidak bisa membedakan fakta dan opini.
 
"Ada datanya dari OECD kita paling bawah itu enggak bisa membedakan mana fakta mana opini. Jadi gampang sekali terpengaruh dengan hoaks dan sebagainya. Jadi, semua berpengaruh dengan intoleransi. Ketika selalu ngomong tingkat intelorenasi tinggi, ya pendidikannya kayak gini. gimana mau membaik," kata Indra.
 
Survei Rise Progrmme in Indonesia juga menunjukkan anak Indonesia faktanya ada di sekolah tapi tidak belajar. Bahkan, jurnalis Amerika Serikat Elizabeth Pisani mengatakan anak Indonesia tidak sadar betapa bodohnya mereka.
 
Indra mengatakan ada dua alasan bangsa Indonesia gagal mencerdaskan anak-anaknya berdasarkan kajian Center for Education Economics. Pertama, masyarakatnya komplasen.
 
Masyarakat tak peduli dengan pendidikan dan merasa semua sudah baik-baik saja dan memang harus diterima. Kedua, program-program pemerintah di bidang pendidikan disebut BAUWMN, Business as Usual with More Money.
 
Jadi, sebetulnya program-programnya itu-itu saja, tetapi namanya diganti dan anggaran ditambah tetapi tidak ada yang baru sehingga pendidikannya tidak makin baik. Indra menegaskan data-data ini bukan untuk mempermalukan tetapi untuk bergerak memperbaikin pendidikan.
 
"Kita enggak bisa diam-diam saja. Ini permasalahan sangat fundamental untuk kita perbaiki. Kalau enggak yang namanya Indonesia emas itu akan berubah menjadi Indonesia lemas," tegas dia.
 
Baca juga: Pendidikan Tinggi Bisa Memperlebar Kesenjangan antara Kaya dan Miskin  

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan