Turut hadir dalam Rapat Paripurna, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir. Dalam sambutannya Nasir menyampaikan, RUU Sistem Nasional Iptek merupakan RUU inisiatif pemerintah, sebagai pengganti atas Undang-undang nomor 18 Tahun 2002, yang dalam penerapannya belum mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam pembangunan nasional.
Nasir menyebut, ada tiga faktor yang mempengaruhi UU 18 Tahun 2002 belum memberikan kontribusi secara optimal dalam pembangunan nasional. Pertama, payung hukum tersebut belum mengatur mekanisme koordinasi antarlembaga dan sektor pada tingkat perumusan kebijakan, perencanaan program anggaran, serta pelaksanaan kebijakan secara lugas.
Baca: RUU Sisnas Iptek Dibahas di DPR
Kedua, telah banyak peraturan perundang-undangan yang telah berubah, sehingga perlu adanya harmonisasi. Seperti UU Sistem Keuangan Negara dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
"Ketiga, (UU 18/2018) belum mengatur hal-hal khusus dan strategis lainnya. Seiring perkembangan lingkungan strategis serta sistem ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Nasir dalam Rapat Paripurna, di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 16 Juli 2019.
RUU Sistem Nasional Iptek sendiri disusun sejak 2014, dan kemudian diserahkan kepada DPR Agustus 2017 lalu. Draf awal yang semula terdiri dari 12 Bab dan 81 Pasal, setelah dibahas dengan semua fraksi dalam Panja (panitia kerja) disepakati untuk Pengambilan Keputusan Tingkat 2 menjadi 13 Bab 100 Pasal.
"Kita sangat berharap RUU Sistem Nasional Iptek ini nantinya menjadi napas dan pedoman bagi setiap insan dalam memajukan Indonesia sebagai negara kuat dan mandiri berbasis iptek," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News