Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional (Susenas) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, sebanyak 76 persen keluarga mengakui anaknya putus sekolah karena alasan ekonomi. Sebagian besar (67,0 persen) di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya (8,7 persen) harus mencari nafkah.
Dilansir dari laman Puslapdik Kemendikbudristek, bantuan PIP berupa uang tunai yang diberikan langsung kepada peserta didik dan atau orang tua/walinya, diharapkan mencegah peserta didik putus sekolah. Dengan bantuan PIP, peserta didik dari keluarga miskin dan rentan miskin dapat membeli peralatan dan perlengkapan sekolah, termasuk biaya transportasi.
Diakui, belum ada survei yang secara langsung menunjukkan kehadiran PIP dapat mencegah anak-anak dari keluarga miskin dan rentan miskin untuk putus sekolah. Namun, melalui kehadiran PIP yang dimulai tahun 2014 dan merupakan penyempurnaan dari program Bantuan Siswa Miskin (BSM) tahun 2013 lalu memperlihatkan adanya trend semakin menurunnya jumlah peserta didik yang putus sekolah.
Diolah dari laman Milik Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbudristek, yakni https://publikasi.data.kemdikbud.go.id/, tahun 2013, sebelum BSM digelar pertama kali, jumlah siswa putus sekolah mencapai 602, 5 ribu siswa. Setelah BSM digelar, jumlah siswa putus sekolah menurun drastis hingga 416,4 ribu siswa.
Tahun 2015, setelah BSM disempurnakan menjadi PIP Dikdasmen, jumlah siswa putus sekolah menurun tajam hingga 237,9 ribu siswa. Tren penurunan siswa putus sekolah terus berlanjut.
Tahun 2021 lalu, jumlah siswa putus sekolah tinggal 83,7 ribu siswa dari semua jenjang pendidikan. Penurunan jumlah siswa putus sekolah ini tak lepas dari kian intensifnya penyaluran bantuan PIP.
Sampai tahun 2021, bantuan PIP Dikdasmen telah disalurkan pada 18 juta lebih siswa di jenjang SD sampai SMA/SMK dan Pendidikan nonformal.
Baca juga: Ada Aturan Baru Soal Penyaluran Program Indonesia Pintar Dikdasmen, Simak Yuk! |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News