Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana. Medcom.id/Intan Yunelia.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana. Medcom.id/Intan Yunelia.

Tak Apple to Apple Bandingkan Rektor Asing di Singapura

Intan Yunelia • 01 Agustus 2019 14:41
Jakarta:  Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengkritisi pernyataan pejabat pemerintah yang membandingkan kesuksesan Singapura mendatangkan rektor asing. Kompleksitas masalah pendidikan di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara sekecil Singapura. 
 
“Ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak memahami masalah mendasar yang dihadapi oleh PTN di Indonesia,” kata Hikmahanto dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2019.
 
Salah satu elemen dasar, kata Hikmahanto, mendatangkan rektor asing di Singapura bukan masalah kultur dan tutur warganya yang terbiasa berbahasa Inggris. Bahasa menjadi kendala tentunya, jika rektor asing didatangkan ke Indonesia. 

“Universitas di Singapura bisa melesat dengan rektor berasal dari asing karena proses belajar mengajar sudah dilakukan dalam bahasa Inggris. Dosen pun tidak sulit dalam membuat penelitian dan artikel dalam bahasa Inggris,” ujarnya.
 
Untuk anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintahnya ke perguruan tinggi, pun jauh timpang. Dengah jumlah perguruan tinggi yang jauh lebih sedikit, tentu anggaran lebih banyak dan fokus betul terhadap kualitas mahasiswa, rektor, dosen dan laboratorium yang dimilikinya. 
 
“Belum lagi pemerintah Singapura telah berkomitmen untuk menjadikan universitasnya pendidikan tinggi bagi para mahasiswa di kawasannya," terangnya.
 
Baca:  Perekrutan Dosen dan Rektor Asing Dieksekusi 2020
 
Untuk itu pemerintah Singapura melakukan investasi besar-besaran dalam bidang pendidikan. Ini semua bisa dilakukan oleh pemerintah Singapura karena jumlah universitas di Singapura jauh lebih sedikit, bahkan dari jumlah PTN di Indonesia.
 
Rektor asing tersebut juga kemungkinan akan mengalami kendala dalam anggaran penelitiannya. Sementara pemerintah Indonesia memiliki anggaran minim untuk penelitian, jika dibandingkan dengan Singapura. 
 
“Bahkan sulit untuk membetuk budaya meneliti bagi para dosennya dan memastikan hasilnya masuk dalam jurnal. Belum lagi rektor asal luar negeri akan merasa tidak dapat berbuat banyak bila anggaran yang dialokasikan terlalu minim,” paparnya.
 
Ia menuturkan, seharusnya pemerintah lebih memikirkan komponen penting terlebih dahulu. Mulai dari kualitas mahasiswa, dosen, hingga anggaran dan infrastruktur pendukung. “Seharusnya Stafsus tahu bahwa rektor hanyalah salah satu komponen di perguruan tinggi,” pungkasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan