Ilustrasi. DOK Medcom
Ilustrasi. DOK Medcom

Pencairan Es di Samudra Atlantik, Ganggu Keseimbangan Iklim dan Cuaca di Indonesia

Renatha Swasty • 24 Juli 2025 16:06
Jakarta: Peningkatan intensitas monsun Indo-Australia, yang menyebabkan wilayah Australia bagian utara menjadi lebih basah, mempercepat pencairan es di Samudra Atlantik. Pakar agrometeorologi dan perubahan iklim dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dwi Apri Nugroho, menyebut mencairnya es di Atlantik dapat mengganggu keseimbangan sistem iklim dan cuaca di Indonesia. 
 
Ketidakseimbangan ini tidak hanya mempengaruhi pola hujan, tetapi juga berdampak pada sistem pertanian dan ketahanan pangan. Menurutnya, kemampuan memahami dan merespons dinamika iklim menjadi kunci keberhasilan adaptasi di tingkat lokal maupun nasional. 
 
“Fluktuasi iklim berskala global ini perlu diantisipasi secara serius oleh pemerintah maupun masyarakat,” kata Bayu dikutip dari laman ugm.ac.id, Kamis, 24 Juli 2025. 

Bayu juga menyoroti tantangan merumuskan kebijakan berbasis iklim akibat masih terbatasnya kualitas dan konsistensi data cuaca di Indonesia. Sulitnya memprediksi cuaca secara presisi menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan strategis. 
 
Terutama di sektor-sektor vital seperti pertanian dan pengelolaan sumber daya air. Dia menuturkan untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan upaya besar seperti pembangunan embung, pemanfaatan air tanah (water harvesting), serta penguatan sistem peringatan dini berbasis dampak. 
 
Di sisi lain, penelitian bibit unggul tahan kekeringan dan revitalisasi infrastruktur irigasi juga menjadi langkah penting. “Semua ini tentunya memerlukan sinergi antara riset ilmiah, kebijakan publik, dan inovasi teknologi,” tutur Bayu.
 
Baca juga: Gelombang Panas Meningkat, Pakar UGM Ingatkan Kelompok Lansia Mesti Jadi Perhatian  

Menurutnya, sistem iklim dan cuaca bekerja dalam skala luas dan saling terhubung secara regional maupun global. Oleh karena itu, pengembangan sistem prediksi iklim yang lebih akurat harus didukung oleh kolaborasi internasional. 
 
Ia menekankan pentingnya pendekatan terpadu antara ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat. Hal itu untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin nyata. 
 
“Sistem cuaca dan iklim adalah sistem dalam skala regional dan global, perlu riset lebih lanjut dengan stasiun observasi bersama, berbagi data cuaca iklim melalui big data bersama, model prediksi dan pengembangan teknologi adaptasi dan mitigasi iklim,” papar dia. 
 
Bayu juga mengajak generasi muda menjadi agen perubahan yang aktif dalam isu perubahan iklim. Ia mendorong peningkatan literasi iklim dan sosialisasi gaya hidup berkelanjutan yang mencintai bumi. 
 
Langkah-langkah kecil seperti berjalan kaki, menghemat air, menanam pohon, serta menjaga konservasi tanah dan air merupakan kontribusi nyata yang dapat dilakukan setiap individu. Menurutnya, perubahan besar dimulai dari kesadaran dan tindakan sederhana di tingkat komunitas. 
 
Peran pemuda sangat penting dalam mendorong perubahan pola pikir menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan